Paskah Harus Menjadikan Kita Resah
Ayo teman-teman, mana yang benar, Yesus bangkit atau dibangkitkan? Apakah Ia bangkit sendiri atau dibangkitkan? Siapa yang membangkitkan? Nah, kalau hal itu kita perhatikan, nyatalah bahwa para pengarang Alkitab memilih bentuk kata kerja yang tertentu. Yang pasti nih, di Alkitab tidak pernah dikatakan bahwa Yesus tidak pernah membangkitkan diri-Nya sendiri.
Nah teman-teman, yang kadang-kadang digunakan para pengarang adalah kata kerja “bangkit” tanpa awalan apa-apa. Misalnya, “Sesudah tiga hari Ia akan bangkit” (Markus 10:34) atau “Mesias harus menderita dan bangkit” (Lukas 24:46). Bentuk kata kerja tanpa awalan seperti itu terutama digunakan oleh pengarang kitab-kitab Injil. Bentuk itu digunakan untuk masa sebelum kebangkitan itu terjadi.
Sesudah peristiwa Kebangkitan, bentuk yang paling banyak digunakan adalah “dibangkitkan” atau “membangkitkan” dalam kalimat di mana Allah menjadi subjek.
Bentuk ini terutama digunakan dalam pemberitaan para rasul di dalam Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus. Misalnya, “Allah membangkitkan Dia” (Kis 2:24 dan Kis 3: 15), “Yesus inilah yang dibangkitkan Allah” (Kis 2:32), “Allah telah membangkitkan Yesus” (Kis 5:30), “Kristus telah dibangkitkan” (1 Kor 15:20), dan “Dia yang telah dibangkitkan” (2 Kor 5:15).
Kalimat-kalimat itu—dengan Allah sebagai subjek—sangat menonjolkan peranan Allah. Peristiwa Kebangkitan dipandang oleh para rasul sebagai perbuatan Allah. Allah bertindak: Allah membangkitkan Yesus.
Paskah Harus Menjadikan Kita Resah
Dengan demikian, Gereja Purba (Gereja jaman dulu) menafsirkan peristiwa Paskah sebagai tindakan Allah teman-teman. Pada peristiwa Paskah, Allah turun tangan dalam sejarah. Paskah dijadikan momentum yang sangat mempengaruhi sejarah selanjutnya, bahkan hingga kini!
Terus nih teman-teman, dengan membangkitkan Yesus, Allah melantik dan mengukuhkan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.. Dan dengan membangkitkan Yesus, Allah mengakui dan mensahkan pekerjaan yang telah dilakukan Yesus selama beberapa tahun itu.
Itu berarti dengan membangkitkan Yesus, Allah mulai memberlakukan jaman baru yang telah datang dalam diri Yesus. Dengan begitu teman-teman, kebangkitan Yesus menjadi suatu pendahuluan dari masa depan. Sebenarnya kita masih ada di masa kini, tapi dengan kebangkitan itu, masa depan sudah dimulai sejak sekarang.
Nah, itulah uniknya peristiwa kebangkitan. Kebangkitan Yesus tidak mengakhiri sejarah, sebab sejarah berlangsung terus. Namun di lain pihak, sebuah sejarah baru atau jaman baru telah dimulai sejak peristiwa itu.
Adapun jaman baru itu adalah jaman di mana kita diberi pengharapan bahwa Injil itu adalah berita kesukaan mengenai tata hidup yang diperkenalkan Yesus, yaitu pertobatan dan pembaruan, serta kebebasan, keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan (Markus 1:15 dan Lukas 4:18-21).
Sekarang pertanyaannya teman-teman, apakah Allah sudah memberlakukan tata hidup jaman baru itu secara sempurna? Belum. Tapi tandanya sudah dimulai. Tandanya adalah kebangkitan Yesus. Dia yang memproklamirkan Injil tersebut sudah dibangkitkan dan hidup kembali. Dengan kebangkitan itu, seluruh pemberitaan Injil yang dilakukan Yesus mendapat pandangan masa depan, menuju kesempurnaan.
Karena kebangkitan menimbulkan pengharapan tentang hidup baru seperti itu, maka sebagai konsekuensinya kita menjadi resah terhadap tata hidup lama yang masih berlaku sekarang ini. Paskah harus menjadikan kita resah atas kehidupan dunia ini.
Adanya pengharapan tentang tata hidup berdasarkan pertobatan, pembaruan, kebebasan, keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan, seharusnya menjadikan kita resah terhadap segala praktik ketidak-pertobatan, ketidak-pembaruan, ketidakbebasan, ketidakadilan, ketidakbenaran, dan ketidak-sejahteraan di antara kita sekarang.
Terdengarnya provokatif, tapi itulah konsekuensi Paskah. Paskah harus menjadikan kita resah.
Disarikan dari Selamat Paskah, Andar Ismail
Sumber Gambar : BlogSpot
1 thoughts on “Paskah Harus Menjadikan Kita Resah”