Sayalah yang Menyalibkan Yesus
Saya pernah membaca sebuah renungan mengenai lukisan The Three Crosses. Saat melihat lukisan Rembrandt “The Three Crosses (Tiga Salib), perhatian kita mula-mula tertuju pada salib dimana Yesus wafat. Setelah itu kita bisa melihat orang banyak yang berkumpul di sekitar kaki salib. Kita bisa melihat beragam ekspresi wajah dan tindakan orang-orang yang terlibat dalam tindakan kriminal yang mengerikan yang membawa Anak Allah kepada penyaliban yang keji. Kemudian pandangan kita akan tertuju ke bagian pinggir lukisan, gambarnya hampir tersembunyi dalam bayang-bayang dan samar-samar. Beberapa kritikus seni mengatakan bahwa gambar samar-samar tersebut mewakili Rembrandt sendiri karena Rembrandt menyadari bahwa karena dosa-dosanya Yesus dipaku di kayu salib.
Keadaan Di Jepang
Banyak orang berpikir bahwa Jepang adalah negara ateis, tidak mempercayai Tuhan. Tapi jangan mengira orang Jepang itu tidak tahu Yesus Kristus. Orang Jepang tahu kisah hidup Yesus, mulai dari sejak Ia lahir, berbicara dan mengajar, mengadakan perbuatan-perbuatan ajaib, bahkan hingga mati di kayu salib. Walaupun sudah tahu lengkap mengenai kisah hidup Yesus, tapi mengapa orang Jepang tetap sukar menerima Yesus sebagai Juruselamat?
Hari Minggu yang lalu, saya mendapatkan jawaban pertanyaan itu. Pendeta di GIII Tokyo, Pdt. Surya melalui kotbahnya memberikan jawaban atas pertanyaan di atas.
Orang Jepang tahu bahwa Yesus mati di kayu salib. Mereka juga mendengar bahwa kematian Yesus adalah untuk menggantikan hukuman dan menebus orang berdosa. Tapi stop, cuma sampai di situ saja. Ketika mendengar kata “orang berdosa” mereka menjadi bingung. Siapa orang berdosa? Apakah saya orang berdosa? Tidak. Saya bukan orang berdosa. Saya tidak pernah berbuat kriminal dan masuk penjara. Saya bukan orang berdosa.
Orang Jepang tidak merasa diri orang berdosa. Sehingga mereka berpikir tidak memerlukan pengampunan melalui kematian Yesus. Dalam hatinya, orang Jepang berpikir bahwa kematian Yesus sebenarnya tidak perlu terjadi. Kematian Yesus sebenarnya tidak berguna. Pemikiran inilah yang sebenarnya menghambat pekabaran Injil di Jepang. Orang Jepang merasa diri tidak berdosa, sehingga merasa tidak perlu Yesus, Sang Juruselamat atas dosa-dosanya.
Kesadaran Diri Sayalah yang Menyalibkan Yesus
Seseorang pernah berkata, “Merupakan hal sederhana untuk mengatakan bahwa Kristus mati untuk dosa-dosa dunia. Tapi, merupakan sungguh-sungguh hal yang berbeda untuk mengatakan bahwa Kristus mati demi dosa-dosa saya….” Kita bisa saja sama acuh tak acuhnya seperti Pilatus, sama busuknya seperti Kayafas, sama-sama tak berperasaan seperti para serdadu, sama bengisnya seperti kerumunan orang banyak, atau sama pengecutnya seperti para murid. Atau kita juga bisa hanya diam memandang Yesus yang terpaku di kayu salib, tanpa rasa bersalah dalam hati. Tapi apakah kita bisa berkata, “Akulah yang memaku Yesus di kayu salib. Aku menyalibkan Kristus Tuhan. Aku ikut mengolok-olok Yesus.” Apakah kita bisa mengakui hal itu?
Mari teman-teman, tempatkan diri Anda dalam bayang-bayang bersama Rembrandt. Kita juga berdiri di sana. Rasa bersalah, sedih, sesal semua berkecamuk dalam hati. Mungkin kita hanya bisa tersungkur, menghadap tanah dan batu-batu, tidak berani memandang Yesus di salib. Merasakan bahwa sayalah yang menyalibkan Yesus.
Tapi ingatlah apa yang Yesus ucapkan ketika Dia tergantung di kayu salib, “Bapa, ampunilah mereka.” Puji Tuhan, ucapan Yesus juga buat Anda dan saya. Yesus menjadi pembela kita semua di hadapan Allah Bapa. Yesus mau menanggung semua hukuman dosa dan murka Allah, agar kita boleh diampuni dan disucikan.
Salib Kristus mengungkapkan betapa besarnya kasih Allah dan betapa buruknya dosa-dosa dunia.
Sumber Gambar : Rembrandt The Three Crosses