Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (26)-Ziarah Bersama
Tulang Jio adalah abang mama yang paling tua. Perlu diketahui, sebutan Tulang adalah panggilan kepada seluruh saudara laki-laki mama dalam bahasa dan adat suku Batak. Tulang Jio yang membawa Tulang Iren, mama, Tante Sima, dan Tulang Palar menuju ke Jakarta waktu itu, sekitar tahun 1978. Tulang Jio bersama dengan Tulang Iren kemudian berbagi tanggung jawab untuk menyekolahkan adik-adiknya. Kisah berlanjut terus hingga akhirnya masing-masing menikah dan berkeluarga. Tulang Jio menetap di Depok. Tulang Iren di Duren Sawit, Jakarta. Mamatua Cilacap tinggal bersama Bapatua di Cilacap. Mamatua Friska dan Tante Sima di Medan. Tulang Palar dan mama tinggal di Bekasi. Tulang Jio bisa dibilang menjadi orangtua atau Bapak bagi seluruh adik-adiknya setelah kematian Ompung Doli tahun 1988. Itulah mengapa mama selalu menghormati Tulang Jio, juga selalu mengingatkan adik dan saya mengenai makna penting bersaudara dan saling mendoakan.
Di hari libur Natal ini, mama bersama mamatua Friska sudah berjanji untuk berkumpul di tempat Tulang Iren. Memang, sudah menjadi kebiasaan di adat Batak, di acara-acara besar seperti Natal, Tahun Baru, ataupun Lebaran, untuk berkumpul bersama. Entah di rumah orangtua, atau seperti mama–di tempat abang laki-laki tertua–ketika orangtua sudah tiada. Rencananya kami juga akan mengujungi kuburan Tulang Jio, abang tertua mama. Ya, memang, Tulang Jio sudah meninggal. Sudah delapan tahun lebih sejak Tulang meninggal di medio 2007 lalu.
Ziarah Bersama ke Kuburan Tulang Jio
Siang harinya, setelah dari tempat Tulang Iren, kami semua akhirnya tiba di Kuburan Tulang Jio di daerah Kalimulya, Depok. Kuburan Tulang sudah banyak berubah (bandingkan dengan kunjungan kami di tahun 2014 kemarin di sini). Termasuk juga bapak yang menjaga kuburan itu ternyata sudah meninggal dan hanya menyisakan sang istri bersama dengan anaknya untuk menjaga kuburan ini.
Tulang Jio meninggal pada 1 Juli 2007 atau hampir tujuh tahun yang lalu. Mengenang kembali kebaikan dari orang yang kita kasihi apalagi di momen besar seperti Natal tahun ini rasanya amat pas. Apalagi Bapatua Friska juga sempat membawakan sedikit Firman bahwa kelak kita juga akan meninggalkan dunia. Dunia yang kita tinggali sekarang ini hanyalah sementara. Kelak juga nanti kita akan meningglakan dunia yang fana dan berdampingan di sorga yang baka. Ada surga yang menjadi tempat perhentian kita bersama dengan Allah.
Ndang na tarpasiding be anggo hamatean i.
Ingkon do dibolus be, di na lao tu surgo i.
Sihirimon ni rohanta, hangoluan sogot i.
Tau pangapul di rohanta. Angka na porsea i.
Unang marsak hita be naung mananda Jesus i;
Ai inganan na rade dapot ho di surgo i.
Tatadingkon pe luhutna. Na diatas tano on;
Dapotonta di lambungNa hasonangan na tongtong.
Tidak dapat dicegah kematian dan ajal
Hanya itu sajalah jalan sorga yang baka
Akhir pengharapan kita kehidupan yang baka
Yang menjadi penghiburan bagi orang beriman
Yang mengikut penebus jangan lagi mengeluh
Sudah siap bagimu, sorga, rumah yang teduh
Kita akan meninggalkan alam kita yang fana
Nanti kita berdampingan, dalam sorga yang baka
(BE No. 520, dan terjemahan Buku Ende HKBP)
Setelah berkunjung dan mengambil beberapa foto di sana, kami pun memutuskan untuk mampir di rumah Tulang Jio di jalan Durian No 33. Kami sempat berbincang bersama Nantulang Jio dan Nandus sambil menikmati kue dan minum air kelapa yang dibeli mamatua. Kami juga menikmati rambutan yang kebetulan sedang berbuah.