Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (9)
Kali ini kisah beralih sejenak kepada keluarga Papa. Di Natal kali ini, papa dan mama memutuskan untuk mengunjungi keluarga Mamatua Lina, sekedar bersilahturahmi–apalagi tahun ini adalah tahun pertama tanpa kehadiran Bapatua Lina yang meninggal bulan September lalu. Setelah merayakan Natal di kebaktian pagi pukul 07.00, sore harinya kami menuju ke rumah Bapatua Lina di daerah Pondok Timur.
Sore itu hujan turun cukup deras. Mama dan saya sempat mampir sejenak ke Giant Pondok Timur dan membeli jeruk sebagai oleh-oleh. Kami tiba di rumah Bapatua sekitar pukul 15.00, di sana ada Mamatua, Kak Lina, Kak Henny, dan Cynthia. Suasana rumah memang tampak berbeda, dengan pengaturan posisi kursi-kursi tamu yang diubah, juga tidak ada lagi salam hangat dari Bapatua yang selalu menyambut saya setiap kali berkunjung ke rumahnya. Hujan terus mengguyur sepanjang sore hari mewarnai setiap pembicaraan kami, mulai dari ibadah malam Natal dan Natal yang telah lalu, rencana perjalanan pulang kampung keluarga besar Mama di akhir tahun, dan juga sampai kepada acara-acara keluarga Sihombing ke depannya.
Saya beberapa kali termenung ketika mengingat terakhir kali saya berkunjung ke rumah bapatua saat liburan Idul Fitri kemarin. Saat itu, saya disuruh Bapatua untuk membetulkan handphonenya yang kerap rusak dan tidak terdengar suaranya. Saat itu, saya berhasil memperbaiki handphone Bapatua dengan cara mengembalikannya ke pengaturan awal. Bapatua amat senang waktu itu. Kini Bapatua telah tiada, ketika saya menghadiri acara Martonggo Raja Bapatua beberapa bulan yang lalu, saya menitikkan air mata ketika mengingat kembali semua kebaikan Bapatua dan pesan-pesan yang ia sampaikan kepada saya dan adik saya. Pesan-pesan yang kini kembali melintas di dalam pikiran saya.
Kak Lina juga menceritakan perihal pekerjaannya sekarang di Rumah Sakit Siloam yang semakin diberkati Tuhan. Begitu pula dengan Kak Henny dan Cynthia yang makin mahir mengendarai mobil sepeninggal Bapatua. Sepertinya, peristiwa meninggalnya Bapatua telah berhasil mereka lalui dengan baik. Bapatua memang telah tiada, namun semangat dan perhatiannya masih terasa hangat di dalam hati setiap orang yang mengenalnya.
Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat. Malam telah datang, dan hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Kami makan malam bersama ditemani mie goreng dan ayam gulai yang dimasak Mamatua tadi pagi. Kami makan bersama di ruang tamu rumah itu. Rumah yang kini menjadi semakin sepi karena Bapatua telah tiada. Namun, ini adalah rumah yang memberikan saya sebuah pengalaman yang baik, bahwa kebersamaan dan persatuan haruslah diperjuangkan dengan alasan apa pun. Bapatua dan Papa mengajarkannya kepada saya di setiap kali acara keluarga Sihombing, entah itu pernikahan atau arisan. Kebersamaan dan persatuan itu tidak akan pernah berakhir meski pun orang-orang pergi satu persatu, namun kehangatan berada di tengah-tengah keluarga akan selalu menjadi kenyataan terindah yang dimiliki oleh setiap orang.
Yakinlah, Allah hadir di dalam keluarga yang selalu berdoa dan bersama. Allah hadir di dalam hati setiap orang di dalam keluarga yang berkenan di hati-Nya.