Melibatkan Yesus
Masalah? Pergumulan? Rasanya dua kata ini sudah akrab di dalam kehidupan kita orang Kristen. Semua orang di dunia ini bahkan sudah akrab dengan yang namanya masalah. Bahkan ada pepatah lama, orang meninggal saja masih punya masalah (maksudnya: kuburan yang digusur atau pajak kuburan yang harus terus dibayar setiap tiga tahun), apalagi yang masih hidup. Setiap hari akan selalu saja ada masalah, mulai dari masalah kemacetan, makanan yang keasinan, ujian esok hari, tugas kuliah yang menumpuk, dan masih banyak yang lain yang mungkin akan membuat tulisan ini menjadi sangat panjang, hehe.
Kali ini saya akan bercerita mengenai Simon. Siapa yang tidak mengenal Simon? Hemm, mungkin saya harus katakan: Petrus atau Simon Petrus. Murid Tuhan Yesus yang paling terkenal dan paling berani. Ini adalah kisah Simon di awal perjumpaannya dengan Kristus, di danau Genesaret. Ia menjala ikan semalaman namun ia harus mendapati hasil: tidak ada seekor pun ikan yang ia dapatkan. Apes! Sial! Mau dapat uang dari mana coba? Pekerjaan nelayan ya dihitung dari jumlah ikan yang ia dapatkan, lantas kalau tidak ada ikan?
Melibatkan Yesus dalam Hidup
Kisah Simon ini adalah kisah awal perjumpaannya dengan Yesus, yang dicatat dalam Lukas pasal yang kelima. Awalnya, ia tidak memperoleh ikan seekor pun. Eh, setelah menuruti perkataan Yesus untuk menebarkan jala kembali, ia mendapati kenyataan ada sejumlah besar ikan yang ia dapatkan. Bahkan diceritakan jalanya hampir koyak dan dua buah penuh dengan ikan hingga hampir tenggelam.
Kita belajar satu hal di sini, bahwa kita salah jika kita tidak melibatkan Yesus dalam setiap hal yang kita lakukan sejak awal. Simon melakukan ini. Ia mengandalkan kemampuannya sendiri dalam menangkap ikan. Ia percaya bahwa pengalaman bertahun-tahun sebagai nelayan sudah cukup untuk mendapatkan ikan malam itu. Hasilnya? Tidak ada seekor pun ikan yang ia peroleh. Kelelahan dan kekecewaan datang menyergap. Panggilan “Guru” kepada Yesus (ayat 5) mau mengutarakan bahwa ia (Simon) merasa lebih tahu daripada Yesus dalam hal menangkap ikan. Sebutan “guru” merujuk bahwa Yesus hanya jago mengajar atau mendidik.
Ketika kemudian ia melibatkan Yesus dalam pekerjaannya, Simon mendapati bahwa ia telah bersalah dan mengakui bahwa dirinya adalah seorang berdosa. Mengapa dituliskan berdosa? Saya yakin ini karena Petrus merasa telah menaruh Yesus pada prioritas ke sekian dalam pekerjaannya. Ah, Yesus kan guru, mana Dia tahu soal nangkep ikan. Gue jelas lebih tahu. Dia pikir semua hal bisa dia selesaikan tanpa Yesus. Sampai akhirnya di satu titik, ia kecewa dan putus asa dan baru mengingat Yesus. Baru berserah dan menuruti apa yang Yesus katakan. Hasilnya? Ia dapat banyak ikan. Dan akhirnya, Simon memanggil Yesus “Tuhan”—di mana panggilan “Tuhan” berarti Ia mengakui Yesus tahu segala hal dan mampu melakukan apa pun.
Di dalam hidup ini, saya sering seperti Simon. Ah, soal kuliah dan pelayanan, soal keluarga dan teman-teman, saya sering tidak melibatkan Yesus dari awal. Yesus baru saya ingat ketika sudah mentok dan gak ada jalan keluar lagi, saat saya sudah putus asa dan bingung harus melakukan apa. Tuhan tolong… Saya percaya Tuhan, Engkau mampu melakukan segala perkara. Saya serahkan masalah ini kepadamu ya Tuhan… Yesus berada di ujung semua rencana saya. Yesus saya tempatkan seperti kartu truf atau kartu terakhir saya. Dan memang pada kenyataannya, Ia mampu melakukan segalanya. Masalah dan persoalan yang saya miliki akhirnya dapat selesai. Namun saya tetaplah seperti Simon. Saya berdosa dan Tuhan harusnya meninggalkan saya.
Namun saya pelajari, Yesus adalah Allah yang luar biasa. Ia sanggup mengubah perilaku dan sikap kita tetap menjadi sesuatu yang indah. Yang baik dan kadang gak terpikirkan. Namun, akibat dari sikap itu yang harus kita tanggung, kita harus merasakan lelah, bingung, cemas, putus asa, atau kecewa dahulu—yang mungkin—tidak perlu kita rasakan kalau kita melibatkan Yesus sejak awal. Tidak perlu kita seperti Simon yang lelah semalaman karena tidak memperoleh ikan seekor pun. Saya yakin, Yesus juga tahu hal ini, Ia ingin kita tidak lelah atau kecewa, namun pilihan selalu ada pada kita bukan?
Nah, saya belajar bahwa dalam segala hal saya harus melibatkan Yesus sejak awal. Jangan taruh Yesus di ujung saat sudah mentok. Mengambil jurusan dan mata kuliah, libatkan Yesus sejak awal. Mau ikut kegiatan ini dan itu, libatkan Yesus sejak awal. Mau kerja praktek dan tugas akhir, saya libatkan Yesus sejak awal. Mau bekerja atau lanjut ke jenjang pendidikan lebih tinggi, Yesus akan tetap di prioritas pertama.
Selalu saja ada masalah yang tidak dapat kita selesaikan. Seberapa pun kuatnya kita berjuang dan berusaha, kayak-kayaknya masalah ini tak dapat selesai atau gak ada jalan keluarnya. Nah, inilah yang mengajar kita untuk berserah kepada Tuhan. Saat terbaik kita untuk berserah dan mendengarkan apa yang Yesus ingin kita lakukan. Libatkan Yesus dalam masalah dan pergumulan kita, dan lihatlah hal luar biasa yang ia dapat lakukan.
Ijinkan saya menutup tulisan saya dengan sebuah lagu, lagu yang baru saya sadari memiliki makna lain tentang penyerahan diri kepada Allah. Semoga memberkati dan selamat menikmati lagunya.
Segala perkaraku kuserahkan pada-Mu
Allah pembelaku
Segala kuatirku kutaruh di kakiMu
Allah pem’liharaku
Bila Kau yang membuka pintu
Tak ada satupun dapat menutupnya
Bila Kau yang mengangkat aku
Tiada yang dapat merendahkanku
sumber gambar : blogspot