Ketika Sumbu Itu Habis
Untuk memberi terang sebatang lilin harus berkorban. Ia meleleh. Ia menjadi pendek. Seandainya tidak, ia tidak bisa bersinar. Sebatang lilin hidup bukan untuk dirinya sendiri. Ia memberi diri. Kita adalah ibarat sebatang lilin. Kita hidup bukan untuk diri sendiri. Kita juga hidup untuk melayani orang lain. Seperti lilin, kita harus eksis menjadi terang. Untuk dapat memberi terang, kita harus rela meleleh. Banyak yang harus dikorbankan oleh teman-teman pengurus, mulai dari waktu, tenaga, pikiran, bahkan perasaan.
Sinar sebatang lilin biasa-biasa saja. Cahayanya kecil, tapi ia bersinar dengan setia. Diam-diam, tanpa gembar-gembor, lilin memenuhi perannya dengan setia: menjadi terang dan memberi terang. Itulah pelayanan para pengurus PMK ITB. Meskipun terlihat dalam lingkup kecil, lilin itu bersinar terus. Mereka tetap melakukan tugasnya sepenuh hati.
Seperti batang lilin, pelayanan kita juga pada suatu saat akan berakhir, seperti hari ini. Sebagian dari kita harus mengakhiri pelayanan kita sebagai pengurus PMK ITB. Ada waktu untuk menyala, ada waktu untuk padam. Nanti ada lilin lain yang akan menggantikan dan meneruskan kita. Ada orang lain yang akan melanjutkan kepengurusan ini. Tetapi ini bukan akhir segalanya. Bukanlah akhir ketika sumbu itu habis. Sumbu itu memang telah habis. Lilin itu telah padam. Namun, lilin itu meninggalkan bekas. Pelayanan yang telah dilakukan meninggalkan jejak yang berkesan. Jejak yang berkesan itulah yang akan menjadi kenangan, kenangan amat indah. Bagi yang melayani dan bagi yang dilayani. Begitu pula dengan Allah, yang telah menganugerahkan semuanya itu.
Hidup adalah melayani. Selamat melayani Tuhan! Terus melayani. Ketika sumbu itu habis, berarti itulah akhir pelayanan. Terima kasih untuk pelayanannya selama setahun ini, teman-teman pengurus. Biarlah Tuhan yang membalaskan semuanya itu. Kelak Bapa akan berkata “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; Masuklah dan turut dalam kebahagiaan tuanmu.”