Yesus Membasuh Kaki Murid-Murid
Wah ruangan yang sangat menyenangkan. Eh ada juga meja besar untuk perjamuan paskah. Di atas meja, lilin dan makanan tersusun amat rapi. Ini adalah saat yang paling indah menurutku. Saya hampir tidak mengingat keluargaku lagi, karena di sini saya punya keluarga baru. Beberapa pria yang dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi sangat dekat dengan saya. Pria-pria ini menggantikan teman dan keluargaku, bahkan mereka sudah menjadi saudara menurutku. Banyak sekali waktu yang sudah kita jalani bersama. Kami sama-sama terbuka satu dengan yang lain. Dan yang paling menyenangkan adalah karena kami bisa belajar dari Guru.
Saya tidak pernah bertemu orang seperti Guru sebelumnya. Guru adalah orang yang sulit dijelaskan. Pertanyaan saya paling besar mengenai Dia adalah, siapa Dia sebenarnya? Saya tahu Dia adalah Mesias. Saya tahu semua mujizat yang Dia kerjakan. Saya juga melihat saat Allah Bapa berkata, “Inilah Anak yang kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan…” (Matius 17:5). Saya tahu semua tentang Dia. Tapi tetap ada satu pertanyaan dalam hatiku.
Dia adalah Guru terbaik yang pernah ada di dunia. Dia ajaib. Dia hampir pasti adalah Anak Allah, tapi apakah benar begitu? Apakah Dia benar-benar Anak Allah? Ini adalah pertanyaan yang terus membelitku. Kalau Dia Mesias, kenapa Dia tidak menggunakan kekuasaannya dan menjadi raja? Mengapa Dia membiarkan orang berkata semena-mena tentang diri-Nya? Mengapa Dia mengasihi orang-orang yang tertindas? Mengapa Dia tetap mengasihi aku meskipun semua yang telah aku lakukan? Dia mengangkat aku dari orang-orang buangan dan memilihku menjadi murid-Nya.
Semuanya sudah berkumpul di meja makan. Dia tidak lantas mulai makan, tapi Dia bangun dan meninggalkan meja. Dia menanggalkan jubahnya dan mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya. Eh, tunggu apa yang Dia lakukan? Bukannya kami semua ini adalah pelayan-Nya?
Dia mengambil basi dan menuangkan air ke dalamnya. Setelah itu mulailah Yesus membasuh kaki teman-temanku. Saya tidak tega melihatnya. Yesus membasuh kaki orang-orang, Dia adalah Guruku, Dia adalah Allahku. Bagaimana bisa?
Saya tahu benar-benar siapa Dia. Tapi apa maksud Guru? Saya tidak sanggup melihat bila Yesus membasuh kaki saya. Saya tidak tega melihat Guru harus menunduk dan membasuh kaki. Saya bertanya kepada Guru, “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” Dia hanya berkata, “Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak.” Lalu aku tegas berkata, “Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Dia lantas menjawab, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.” Akhirnya saya hanya dapat diam saja, membiarkan Yesus membasuh kaki saya. Dengan kasih dan lembut Dia mencuci dan membersihkan kakiku dari kotoran.
Mengapa? Mengapa Guru melakukan ini? Saya tidak tahu jawabannya. Tapi saya bisa merasakan cinta kasih-Nya. Dia melakukannya karena kasih-Nya kepada saya. Dengan merendahkan diri-Nya sendiri, Dia mengajarkan orang lain juga untuk merendahkan diri.
Tugasnya selesai. Kakiku dan teman-teman sudah dibasuh oleh-Nya.
Ya, Engkaulah Tuhan. Engkaulah Mesias. Aku mau mengikuti kemana Engkau pergi, Yesus!
Disarikan dari Yohanes 13:1-17, kisah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya dari sudut pandang Simon Petrus.
Kisah Yesus Membasuh Kaki Murid-Murid
Ini adalah teladan yang Yesus telah lakukan. Dia membuat kita mengerti bagaimana menjadi pelayan yang sesungguhnya. Dengan Dia merendahkan diri-Nya sedemikian rupa, kini kita paham Kekristenan yang sebenarnya. Dia juga mengajarkan hati seorang hamba. Hal yang paling sulit untuk dilakukan. Hanya dengan merendahkan diri sajalah kita dapat mengasihi orang dengan sungguh-sungguh.
Kita menjadi pelayan bukan berarti lantas kita diperlakukan semena-mena. Kita menjadi pelayan untuk dapat mengabdikan seluruh hidup mengasihi orang lain dan membagikan Kasih Allah.
Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran (1 Yohanes 3:18).
Sumber gambar : BlogSpot