Ujian Wawancara S2: Kemampuan Akademik Spesifik
Chiba Sensei kemudian langsung memulai ujian wawancara S2. Beliau memulai dengan tema penelitian selama S1. Ketika saya menyebutkan dosen pembimbing adalah Yamamoto Sensei, dan hampir semua dosen terkejut. Mereka kemudian memastikan dosen yang dimaksud adalah Yamamoto Shu Sensei. Saya tahu bahwa Yamamoto Sensei sudah terkenal di kalangan akademisi dan ilmuwan bidang transformasi energi.
Kemudian saya menjelaskan secara singkat mengenai tema penelitian yang saya tengah kerjakan, yakni pembuatan sistem kontrol sederhana pada mobil listrik. Saya berkata bahwa sampai bulan Juli ini saya baru mengukur masing-masing parameter dalam motor DC dan brushless DC motor, sambil membuat simulasi program dengan MATLAB. Saya menjelaskannya singkat karena saya melihat bahwa kesembilan dosen itu sudah memiliki dokumen data diri dan essai yang saya tulis sebelumnya. Mendengar jawaban saya, Chiba Sensei sedikit tersenyum. Saya merasakan kans waktu itu. Selain mencari mahasiswa di bidang mobil listrik, Chiba Sensei jelas-jelas menulis menginginkan mahasiswa yang pandai bahasa Inggris dan program simulasi di website Chiba Lab.
Chiba Sensei kemudian bertanya mengenai mobil listrik. Saya menjelaskan bahwa Permanent Magnet (PM) Motor kini paling banyak dipergunakan di mobil listrik. Alasannya karena torque yang dihasilkan besar dibandingkan dengan ukuran motor yang relatif kecil. Chiba Sensei pun kembali menyerbu saya dengan pertanyaan bahwa ada satu lagi alasan mengapa PM Motor banyak dipakai. Saya pun menjawab bahwa karena menggunakan PM, maka tidak perlu aliran listrik khusus untuk membuat elektromagnet. Hasilnya efisiensi motor listrik pun meningkat.
Pertanyaan lainnya pun kemudian datang. Motor apa yang paling banyak digunakan sekarang dan apa alasannya. Saya menjawab dengan mantap, motor induksi. Alasannya karena harganya murah, konstruksinya gampang, dan tidak sulit dalam kendalinya. Chiba Sensei kemudian menanyakan pentingnya SR Motor (tema penelitiannya) untuk mobil listrik masa depan. Saya menjelaskan bahwa SR Motor tidak memerlukan permanent magnet, sehingga harganya tentu lebih murah. Selain itu akan tahan lama karena tidak terpengaruh suhu sekitar. Namun, masih banyak masalah yang mesti dipecahkan, antara lain sistem kendalinya yang sangat rumit dan pemilihan strukutur dan komposisi yang tepat untuk rotor SR Motor. Mengenai SR Motor ini saya tulis lengkap juga di essai.
Mendengar jawaban saya, Chiba Sensei mengangguk dan merasa puas. Dia pun sempat memuji pengetahuan saya mengenai motor listrik dan berkata ingin mengetes saya lagi. Chiba Sensei bangkit dari tempat duduknya dan mulai menulis di white board yang ada di belakang saya. Ketika menulis soal tersebut, saya langsung down. Saya tahu soal ini, namun tidak belajar persamaannya secara detail.
Soalnya mengenai rangkaian medan listrik. Sebuah besi tapal kuda yang dialiri listrik di salah satu sisinya. Mirip dengan rangkaian listrik, arus listrik sebanding dengan flux magnet, voltase listrik sebanding dengan arus listrik dikali jumlah lilitan koil, dan hambatan listrik sebanding dengan hambatan magnetik. Namun yang membuat sulit adalah magnet permanen di salah satu ujung besi tapal kuda itu. Saya lupa persamaan untuk menyelesaikan soal tersebut. Saya coba menulis beberapa persamaan yang saya ketahui, namun tidak berani untuk menuliskan persamaan berikutnya. Akhirnya, saya pun jujur dan berkata saya lupa persamaannya di depan 9 orang dosen tersebut. Beberapa orang dosen dan juga Chiba Sensei berharap saya bisa menyelesaikan persamaan yang sudah saya tulis. Namun saya mengurungkan niat, karena kalau saya lanjut menulis dan menebak-nebak, ada kemungkinan salah dan ngawur sehingga kesan saya turun. Saya pun akhirnya disuruh kembali duduk di kursi panas itu.
Sambil menahan perasaan campur aduk dalam hati, saya menjawab pertanyaan dosen yang lain mengenai status mahasiswa saya. Saya berkata bahwa setelah lulus SMA langsung ke Jepang. Dosen lain pun bertanya mengenai kemampuan bahasa Jepang dan bahasa Inggris. Seorang dosen lain kemudian menanyakan apakah sudah mendapat beasiswa atau belum, lalu bagaimana keadaan ekonomi. Saya pun menjelaskan bahwa belum mendapat beasiswa, dan akan mencarinya nanti. Tapi ada cadangan uang dari hasil tabungan beasiswa selama ini.
Selesai menjawab pertanyaan para dosen, saya pun diijinkan untuk keluar ruangan ujian wawancara S2 dan disuruh kembali ke rumah. Dengan perasaan yang masih campur aduk, saya keluar ruangan dan meninggalkan gedung nomor 2 selatan. Berjalan kaki kembali ke arah pintu gerbang Tokodai University menuju ke Ookayama Station. Dalam perjalanan itu, saya agak kecewa juga mengapa tidak belajar sampai ke hal-hal detail. Sambil mencari jawaban-jawaban soal yang tak terpecahkan lewat smartphone, saya pun terus mencoba menenangkan diri untuk ujian wawancara Chiba University esok hari.
Dalam perjalanan kereta Tokyu dari Ookayama sampai Meguro, saya mencatat seluruh jawaban soal-soal ujian wawancara tadi. Meskipun sudah tidak ada gunanya, minimal jangan jatuh ke lubang yang sama dua kali, pikir saya. Lalu saya mengabarkan ujian wawancara S2 itu kepada Abang, Mama, dan Papa di rumah. Waktu itu saya sudah bisa menenangkan diri sendiri. Dan perjalanan dari Meguro hingga kembali ke Higashi Fushimi, saya tepar dan tertidur pulas di kereta. Rasa lelah fisik dan jiwa seakan langsung menyerbu diri.
Informasi Lebih Lanjut : Staff dan Lab Penelitian Tokodai University
sumber gambar : sterling.edu
Recommended for you
Baca Halaman Selanjutnya 1 2
1 thoughts on “Ujian Wawancara S2: Kemampuan Akademik Spesifik”