Berjalan Menuju Bukit Golgota
Suatu sore aku melihat banyak keramaian di sepanjang jalan menuju Bukit Golgota, ada satu hal yang membuatku tertarik ketika melihat orang-orang tersebut. Yang pertama, ada yang berteriak untuk menyalibkan. Ada juga orang-orang yang berteriak sambil menangis untuk melepaskan dari hukuman salib. Aku bertanya dalam hati, siapa orang yang dimaksud?
Bersama Berjalan Menuju Bukit Golgota
Perlahan aku mendekati kerumunan orang yang ada dipinggir jalan tersebut.
Ternyata dia Tuan yang pernah menyembuhkanku. Dulu aku dicela dan dimaki karena kusta. Namun sembuh oleh karena mukjizat yang Tuan telah lakukan. Sering pula aku mendengar cerita tentang Tuan yang menyembuhkan orang-orang sakit lainnya. Cerita tentang Tuan yang membangkitkan orang mati dan memberi makan banyak orang. Sungguh Tuan sangat baik bagi orang-orang. Tapi, kenapa Tuan sekarang harus memikul salib yang berat itu? Adakah Tuan melakukan pelanggaran hingga harus disiksa sadis?
Aku mencoba terus untuk bisa mendekatinya dan bertanya kepada-Nya, apa yang sedang terjadi? Aku melihat ada seorang ibu yang menangisiNya karena merasa sayang kepadaNya, namun Dia menjawab tangisan ibu tersebut dengan berkata, ” Ibu, tangisi dirimu sendiri”, aku makin penasaran mencoba terus mendekatiNya.
Terasa sesak dalam hatiku ketika melihat Dia jatuh untuk ketiga kalinya dalam memikul kayu salib yang besar dan kasar. Aku terus bertanya dalam hati apa maksudnya?
Hari semakin siang, perjalanan mulai sampai di bukit Golgota yang ditentukan. Hatiku tak tahan melihat penderitaannya dan berteriak kepadaNya, “Mengapa Engkau mau melangkah menuju bukit Golgota itu? Mengapa Engkau tidak melakukan mukjizat dahsyat seperti yang Kau kerjakan bagiku?”Dia menoleh kepadaku dan berkata, “Karena Aku sangat mengasihimu, maka Aku harus berjalan menuju tempat yang sudah tersedia yaitu salib.”
Dia membaringkan tubuh-Nya yang penuh luka dan cabikan di atas balok kayu salib yang kasar. Orang memaku tangan-Nya pada salib dan teriakan-Nya amat kencang. DarahNya terus mengalir tanpa henti. Sambil menatapku Dia berkata, “Ingatlah bahwa ini merupakan bukti cinta-Ku kepadamu. Engkau akan mengingatnya seumur hidupmu, dan Aku akan menyambut engkau kalau suatu hari engkau pulang.”Aku terus menangis sambil bertanya dalam hati,”Di mana Tuhan penyelamat? Mengapa tidak mengirimkan malaikat-Nya untuk menyelamatkan Tuanku?”
Tuanku begitu kesakitan dan tersiksa di kayu salib. Dari kejauhan aku bisa melihat Dia sudah sangat kesulitan bernapas. Beberapa kali Dia berbicara, namun kini sudah hampir sejam Dia diam. Ketika aku mencoba menengadah melihat rupa-Nya, Dia berkata pelan, “Bapa ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawaku.” Aku melihat Dia sudah tak bernyawa, beberapa orang menangis tersedu. Beberapa yang lain mulai berlarian karena gempa bumi yang terjadi begitu hebat. Langit gelap, seakan-akan Tuhan Semesta Alam bersedih atas kematian Tuanku.
Barulah di kemudian hari, aku yakin sepenuhnya Dia sungguh adalah Tuhan Allah. Dialah Sang Penyelamat, Sang Mesias yang dijanjikan sejak jaman dahulu. Dialah Allah sendiri, Dia bangkit dari kematian dan menunjukkan kekuasaan-Nya. Sungguh Dialah Allah.
Cerita kreasi ini dibuat sebagai perenungan kematian Yesus dari sudut pandang orang sakit kusta yang pernah disembuhkan Yesus.
Sumber gambar : sujud di depan salib