Kisah Anak Bungsu yang Kembali
Dalam satu kesempatan Pendalaman Alkitab dengan Bertha, kami sama-sama membahas mengenai sebuah perumpamaan Alkitab yang sebenarnya sudah sering kita dengar. Kisah anak bungsu yang kembali ke rumah bapanya, dengan tema mengampuni sebagai sarana menciptakan persahabatan dengan keluarga kita. Kisah ini juga dikenal dengan kisah si anak hilang. Dikisahkan tentang si anak bungsu yang kurang ajar kepada ayahnya. Saat ayahnya belum meninggal, ia berani meminta harta yang menjadi bagiannya lebih dahulu. Ia menjualnya lalu pergi merantau ke negeri yang jauh. Dengan uang yang dia miliki, diceritakan bahwa dia berfoya-foya, bergelimang dalam dosa, dan melupakan ayahnya sama sekali.
Sampai suatu saat, ia jatuh miskin dan harus bekerja memberi makan babi-babi peliharaan majikannya untuk menyambung hidup. Kisahnya belum berakhir di sini, si bungsu ini kemudian menyadari kesalahannya, dan berkomitmen untuk kembali ke rumah bapanya. Ia sadar, dirinya tidak pantas lagi diterima sebagai seorang anak mengingat semua hal yang sudah ia lakukan. Wajar kalau sang ayah memutuskan hubungan dengannya dan menganggapnya bukan lagi anaknya. Jadi jauh-jauh hari dia sudah merangkai kata-kata, berharap agar ayahnya mau menerima dia kembali, meskipun hanya sebagai salah satu pegawainya saja. Namun, apa yang terjadi? Kita dikejutkan dengan apa yang dilakukan oleh bapanya.
“Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia” Lukas 15:20.
Pada hari dia kembali, sang ayah sudah berdiri dan menunggu di jalan. Dia berlari-lari menyambut anaknya ketika ia masih jauh dan memeluknya. Si bungsu mungkin bingung dan tidak menyangka bapanya akan melakukan hal ini padanya. Sang bapa bahkan tidak memberi kesempatan untuk anaknya tawar-menawar untuk menjadi salah seorang pegawainya. Dia menyambut dan menerimanya kembali sebagai anak walau sang anak tidak layak memperolehnya. Setelah itu, ada perayaan besar untuk merayakan kembalinya sang anak yang telah hilang dan didapatkan kembali.
Saya bertanya, mengapa bapa bisa melakukan hal tersebut? Mengampuni bahkan menyambut dan memperlakukan si bungsu seperti “dia tidak melakukan hal yang sudah ia lakukan”? Jawabannya hanya karena satu hal, yakni kasih karunia. Itulah cara pandang Allah yang tidak bisa kita mengerti.
Melalui kisah anak bungsu yang kembali, kita jadi sama-sama belajar bahwa kasih karunia Allah tidak memberi ruang bagi kita untuk tawar-menawar. Kita tidak dapat membuat Allah lebih mengasihi kita dengan apapun yang kita beri atau buat, dan kita juga tidak dapat membuat Dia menolak kita dengan kesalahan apapun yang kita perbuat. Asalkan kita datang kepada-Nya, kasih karunia-Nya membereskan segalanya. Tidak ada yang dapat kita lakukan supaya Allah lebih mengasihi kita atau kurang mengasihi kita.