Empat bulan yang lalu, pada Mei 2011, saya memutuskan untuk membuat label baru di blog ini, yaitu “Bandung Bersenandung”. Sebuah frase yang tergolong unik, karena diakhiri oleh suku kata yang sama, yaitu “dung”. “Bandung Bersenandung” sebenarnya bukti kecintaan saya akan sebuah kota yang kini mengisi hari-hari di dalam kehidupan saya. Bersenandung sendiri berarti bernyanyi tanpa suara karena adanya perasaan hati, yang sekaligus selalui menjadi penyemangat saya untuk terus belajar dan berkarya di kota ini. Tidak terasa, ya benar-benar tidak terasa, sudah lebih dari setahun saya mengarungi kehidupan di Ibukota Jawa Barat ini.
Begitu banyak pengalaman yang saya rasakan. Begitu banyak cerita seru, sedih, lucu yang pernah saya alami di masa perkuliahan saya di Bandung. Anda dapat melihat beberapa cerita tersebut pada posting-posting yang berlabel “Bandung Bersenandung”. Hingga kini, sudah ada 44 posting yang saya tulis berdasarkan pengalaman saya di kota kembang ini. Bandung–ya Bandung, sudah menjadi sebuah kota penuh memori di dalam kehidupan saya. Dan posting ini adalah posting ke 45, sebuah tanda keeksistensian Bandung di dalam kehidupan saya.
Baiklah saya menceritakan pengalaman saya berkuliah di Bandung. Berkuliah di Bandung–apalagi di Institut Teknologi Bandung, adalah mimpi saya sejak kelas 3 SMA. Jurusan saya hari ini adalah Teknik Elektro, sebuah jurusan yang dianggap teratas di ITB sendiri. Di tahun pertama ini (masa-masa TPB, Tahap Persiapan Bersama) saya merasakan bagaimana penyertaan Allah di dalam kehidupan saya. Berada sendirian di kota ini tidak menjadi penghalang bagi saya untuk terus belajar juga berkarya.Anugerah Tuhan Yesus amat saya rasakan di dalam bidang akademik, ditandai dengan nilai-nilai mata kuliah yang saya peroleh. Jika secara umum dibandingkan dengan yang lain, nilai saya berada di atas rata-rata. Jauh mungkin. Ya, itulah yang saya rasakan, dengan pola belajar yang serupa dengan masa-masa SMP dan SMA, saya dapat memperoleh nilai yang baik. Lebih dari itu, dalam beberapa kesempatan, bahkan saya dapat mengajari teman-teman saya. Sebuah pengalaman yang menarik dalam hidup ini ketika saya merasakan begitu berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Saya juga belajar sebuah hal penting, bahwa dengan mengajari orang lain juga berarti saya sudah belajar jauh lebih dari jika saya belajar sendiri.
Bukan berarti tidak ada tantangan yang saya hadapi selama proses perkuliahan ini. Ada masa-masa di mana saya memperoleh nilai yang tidak saya harapkan, nilai saya jelek. Namun, masa-masa itu dapat saya lalui bersama dengan Tuhan. Di kesempatan berikutnya, saya memperoleh nilai yang baik dan dapat menutupi nilai yang sebelumnya jelek. Dengan belajar keras dan juga terus berdoa, kesuksesan suda berada di hadapan kita.
Pengalaman saya di Bandung mengingatkan saya akan pentingnya berdoa dan berusaha. Hidup tanpa doa membuat kita tidak memiliki tujuan yang pasti. Hidup seperti ini hanya akan mengikuti arus saja, mudah terombang-ambing, bahkan cenderung menuju kegagalan. Namun, hanya berdoa tanpa berusaha itu juga tidak berarti. Iman yang hidup adalah iman yang disertai dengan tindakan. Selanjutnya, hidup tanpa berusaha juga tidak berarti apa-apa. Usaha membuat kita menjadi manusia yang jauh lebih baik. Usaha juga memberikan arti bagi kehidupan manusia. Keduanya tidak dapat berjalan sendiri. Keduanya harus berjalan berbarengan. Yesus yang saya percayai sepanjang hidup ini adalah Yesus yang sama yang siap memberkati orang-orang yang percaya kepada-Nya. Amin.
Recommended for you