It’s not my life. It’s Your
Saya merenungkan kembali masa-masa dua bulan kerja praktek yang akan segera berakhir sebentar lagi. Berbincang dengan banyak orang dan melakukan banyak sekali kegiatan–mulai dari belajar mengenai kontrol tenaga listrik di Jawa-Bali, pergi ke Nusa Penida dalam proyek sosialisasi PLTAL, dan rapat dalam persiapan kegiatan tahun depan–membuat waktu terasa cepat berlalu. Namun beberapa hari ini saya merenungkan kembali pertanyaan ini, “Apa yang Allah ajarkan kepadaku di liburan ini?”
“Apa yang Allah ajarkan kepadaku di liburan ini?”
Sebuah pertanyaan yang kini begitu mengusik pikiran saya. Mungkin juga hati saya. Butuh usaha keras untuk dapat mencari jawabannya. Apalagi untuk mengerti jawabannya.
“Apa yang Allah ajarkan kepadaku di liburan ini?”
Dua bulan ini merupakan pelajaran paling berharga. Paling berharga mungkin selama saya berkuliah di ITB. Mungkin juga pelajaran paling berharga selama saya hidup.
Sebuah pembelajaran mengenai kepemilikan hidup ini. Bukan saya pemilik hidup ini. Benar kalau saya yang memiliki jiwa dan raga ini. Benar juga kalau saya yang mengupayakan daya dan upaya dalam menjalani hidup ini. Tapi ini bukanlah hidup saya. Kehidupan ini adalah kehidupan Allah yang menciptakan saya. Saya harus menjalani hidup sesuai rencana Allah. Ia juga sudah merencanakan banyak hal luar biasa di dalam hidup saya juga orang-orang di sekitar saya. Ada beragam pengalaman baru yang saya alami. Ada juga beragam masalah dan tantangan yang saya hadapi. Tapi saat saya merenungkan pertanyaan saya menjadi mengerti.
Saya mengerti hal ini. Dia mengajariku bahwa kehidupan ini bukan berpusat pada diriku. Sesungguhnya berusaha menjadikan kehidupan ini “serba berpusat pada diri saya” akan menjauhkan kebahagiaan dari jangkauan saya. Mungkin saya bahagia. Mungkin saya senang karena semua hal yang saya inginkan terjadi. Namun, itu bukanlah kebahagiaan yang sebenarnya. Ketika saya bergelimang dalam kebahagiaan ciptaan sendiri, secara perlahan saya mulai menjauh. Mulai menjauh dari kebahagiaan yang Allah sediakan.
Tetapi ketika saya menyerahkan hidup ini kepada Dia, saya mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan yang memang berasal dari sukacita Allah. Segala hal dapat Dia pakai untuk mendatangkan kedamaian bagi saya–canda tawa, kisah sedih, pengalaman harian, dan banyak hal lainnya. Pengalaman pada dua bulan kerja praktek ini telah mengajarkan saya untuk selalu mau mengandalkan-Nya melalui banyak hal. Menjalani hidup sesuai rencana Allah. Tapi, bagaimana caranya?
Telah lama saya selalu berdoa di pagi hari sebelum melakukan aktivitas. Tuhan seperti membisikkan seluruh rangkaian kegiatan yang harus saya lakukan sepanjang hari tersebut. Kerja praktek, setelah itu mengikuti rapat, kemudian makan malam dan berbincang bersama dengan seorang teman. Juga mengenai belajar membuat bisnis plan, desain mesing dan gambar teknik, serta mengenai perawatan paliatif. Semua dapat saya lakukan. Dan lebih dari itu, saya dapat juga berbagi kisah dan inspirasi dengan teman-teman lainnya maupun kepada adik kelas.
Allah bukan seorang yang kejam. Segala hal yang terjadi adalah hal yang baik. Meskipun ada beragam hal buruk yang terjadi di dalam hidup ini, Ia selalu memiliki ribuan cara untuk membuatnya menjadi berkat bagi banyak orang.