Mencuci Pakaian yang Kotor
Sejak memutuskan untuk berkuliah di Bandung–ITB, ada sebuah konsekuensi yang harus saya terima, hidup jauh dari orangtua memaksa saya untuk menjadi lebih mandiri. Kalau dulu, orangtua yang mempersiapkan segala kebutuhan saya, sekarang tidak lagi. Saya sendiri yang harus mengupayakan kebutuhan itu seraya tetap fokus pada tugas utama saya–belajar dan kuliah.
Mencuci Pakaian-Pakaian yang Kotor
Mencuci pakaian adalah salah satu tugas utama saya. Jika saya malas mencuci pakaian, tidak akan ada baju atau celana yang siap dipakai. Saya terbiasa mencuci tiap hari Sabtu atau Minggu, ini didasari alasan jadwal kuliah yang biasanya dimulai pada pagi hari. Selesai mencuci pakaian bukan berarti tugas saya telah selesai, saya masih harus menjemurnya, dan terakhir menyetrikanya. Kegiatan itu rutin saya lakukan karena adanya suatu keadaan yang ‘memaksa’.
Saat semester dua mulai berjalan, jadwal mencuci pakaian saya menjadi lebih kacau. Banyaknya acara di hari Sabtu dan Minggu memaksa saya untuk mencuci pakaian di pertengahan minggu, seperti hari Selasa atau Rabu. Untung saja, mama sempat menyuruh saya untuk membawa baju lagi, sehingga persediaan baju cukup, meskipun saya mencuci delapan hari sekali.
Kenangan mencuci baju mengingatkan saya bagaimana Tuhan ingin mempersiapkan saya. Dahulu, ketika masih tinggal bersama dengan orangtua, mama sering menyuruh saya membantu mencuci baju. Pengalaman mencuci baju itulah yang menjadi dasar bagi saya mencuci baju di indekos. Terkadang rasa malas memang muncul–apalagi di tengah kesibukan kuliah dan kegiatan di kampus, namun pakaian-pakaian yang kotor itu harus segera dicuci. Ya, pakaian-pakaian yang kotor itu, telah mengajarkan saya satu hal–hidup itu penuh dengan perjuangan sehingga tidak pantas kalau kita menyia-nyiakannya.
Sumber Gambar : www.rinso.co.id