Mengenang Sahabat
Pertemuan dan perpisahan itu bersaudara. Mirip seperti saya dan Nugroho. Mereka bersaudara karena di mana ada si “pertemuan” maka akan ada “perpisahan”. Masalahnya adalah mereka tidak pernah datang bersama. Mereka terpisah oleh salah satu dimensi semesta ini, yaitu waktu. Pertemuan akan selalu datang, baru kemudian perpisahan menyusul. Waktu jeda antara kedatangan mereka berdua juga sulit didefinisikan, kadang sebentar kadang butuh waktu yang lama bahkan hingga seumur hidup. Pertemuan dan perpisahan tentu memberikan warna dalam kehidupan manusia, termasuk ke dalam kehidupan saya.
(Pengkotbah 3:11, BIS)
Mengenang Sahabat Sejati
Semuanya terjadi pada waktu yang tepat. Kapan kita bertemu. Kapan kita berpisah. Namun, entah mengapa perpisahan menjadi saat-saat yang paling tidak saya sukai. Jika bisa, perpisahan janganlah terjadi di dalam kehidupan saya. Atau setidaknya, jangan terjadi pada hubungan saya dengan sahabat saya, itu doa saya kepada Tuhan.
Sedih? Pasti. Masa-masa bersama dengan sahabat tentu memberikan dampak ke dalam kehidupan saya. Ah, jadi sedih.
Tapi memang saya orang melankolis, jadi mau bagaimana lagi.
Perpisahan memang terasa tinggal sebentar lagi. Tidak lama lagi saya akan meninggalkan kota Bandung dengan segala keramaian, kesepian, pemandangan, dan suhu udaranya. Saya sudah lulus S-1 dari ITB. Begitu pula dengan kebanyakan angkatan 2010 lain. Semakin hari semakin saya sadari bahwa mungkin saya belum siap berpisah dengan sahabat-sahabat saya. Mungkin hari ini saya masih bertemu, namun saya tidak tahu pasti kapan waktu perpisahan itu tiba. Saya tidak mau menunggu. Maka, perlahan-lahan saya akan mengingatnya selagi masih bisa. Selagi kenangan itu masih ada.
Jadi tambah sedih sekarang.
Maka ijinkanlah tulisan ini menjadi sebuah tulisan bagi saya untuk dapat mengenang sahabat-sahabat saya. Semua pengalaman, pembelajaran, dan karakter akan saya tuliskan dalam untaian kata-kata. Sebuah kenangan. Memang orang melan katanya sangat suka akan hal-hal memorial. Jadi, inilah kisah mengenai mereka. Seorang demi seorang yang saya miliki di kampus ini. Sebuah anugerah dari Tuhan dapat mengenal diri mereka.
Sampai bertemu teman. Sampai bertemu kelak.
Kalaupun kita tidak bertemu lagi, ijinkan saya mengenang kalian di dalam tulisan-tulisan ini.