PMK ITB – Half Time
Prit…Prit…Prit… Tuhan Yesus, Sang Wasit yang Agung sudah meniupkan peluit tanda berakhirnya masa satu semester ini. “Huh, akhirnya, selesai juga semester ini…”, adalah yang menjadi trending topics buat sebagian besar mahasiswa di kampus ini. Perjuangan selama satu semester yang lumayan berat ini akhirnya dapat dituntaskan dengan senyum sumringah di wajah, apalagi saat melihat Oci dan Yolanda yang begitu semangat mengerjakan laporannya.
Sudah separuh jalan rupanya perjalanan ini, dan kembali lagi paradoks muncul dalam hidupku. Waktu yang berlalu begitu cepat dalam menempuh setengah masa kepemimpinanku di Intermedia. Waktu yang terasa lama juga ketika melihat banyaknya peluh dan perasaan yang telah kucurahkan selama menjadi pengurus di PMK ITB. Benar kawan, seperti yang pernah aku utarakan; Pelayanan itu bukan soal waktu dan tenaga saja, namun lebih jauh dari itu, ini juga bicara soal perasaan.
Kepengurusan PMK ITB
Memulai kepengurusan ini banyak dari titik nol—mengenal orang-orang yang ada di dalamnya, mengenal latar belakang kehidupan mereka, mengenal keempat LP yang ada di PMK ITB, dan juga mendalami divisi-divisi yang ada di dalam PMK ITB—sempat membuat diriku begitu kelelahan. Satu yang kupercaya waktu itu, Tuhan ingin membentukku melalui kepengurusan ini. Tuhan ingin memperbesar kapasitasku. Masak hanya mencari tahu dan belajar aja, aku udah ogah-ogahan, bagaimana menghadapi masalah yang jauh lebih besar?
Waktu benar-benar berlalu begitu cepat teman, masih jelas dalam pikiranku saat kita makan bersama di malam menjelang pelantikan kita. Aku mulai belajar menyelami karakter kalian satu persatu. Kemudian di rapat-rapat PMK ITB berikutnya, aku punya banyak kesempatan untuk membuka wawasanku jauh lebih luas termasuk memahami karakter orang lain. Kita makan bersama. Kita banyak menghabiskan waktu bersama. Ada saat-saat di mana kita harus mengambil keputusan mengenai satu dan lain hal, termasuk panitia Paskah dan PMB, yang begitu membutuhkan kesatuan dan kesehatian kita. Lantas, apa yang terjadi?
Tuhan membuktikan bahwa Ia begitu mengasihi kita. Ia memberikan kasih-Nya yang begitu besar melalui setiap tawa, ejekan, kebersamaan, bahkan gesekan yang terjadi di antara kita. Tuhan membentuk karakter setiap kita melalui pelayanan PMK ITB ini, setidaknya itulah yang aku rasakan. Ibarat sebutir telur yang ditaruh di dalam sebuah wadah bersama dengan telur-telur yang lain. Telur adalah telur, mereka rapuh dan mudah pecah. Begitu pula dengan kita, selalu ada titik lemah dan kerapuhan yang kita punyai. Selalu ada sisi di dalam hidup kita yang begitu kita sembunyikan dan lindungi agar orang tidak tahu dan tidak dapat mengecewakan kita. Namun, telur-telur itu harus tetap bersama, dampaknya, selalu ada benturan-benturan yang bakal terjadi. Semakin lama kita menyadari bahwa benturan-benturan itu yang ternyata menguatkan kita. Semakin kita menghindar dari benturan, semakin sakit rasanya ketika memang harus berbentur. Keranjang berupa kepengurusan ini akan terus bergoyang, ada masalah-masalah dari luar yang selalu memberikan gaya dorong ke dalam. Telur-telur ini akan terus bergolak, hati dan perasaan kita terkadang juga naik turun. Tetapi itulah kesatuan, di mana ia begitu dirasakan begitu penting di kala perbedaan mulai muncul.
Mungkin aku adalah orang yang blak-blakan. Itulah aku. Sekali lagi kukatakan, itulah aku. Aku mau mengajak setiap kita juga dapat mengerti orang lain. Itulah Cavin dengan dedikasi terhadap divisi musiknya. Itulah Tio dengan komitmennya yang luar biasa. Itulah Sion dengan segala rahasianya. Itulah Pen dengan segala humor anehnya. Tidak lupa, Enzha dengan kerupuknya. Hah? Belum mengerti juga? Artinya, pahamilah orang lain juga dari sisi lain. Mereka adalah pribadi-prbadi istimewa yang Tuhan tempatkan bersama kita, pribadi yang begitu rapuh. Tetapi kerapuhan itu tidak boleh menjadi alasan kita menjauh. Kita harus tetap dekat, yang juga berarti kita rela untuk pecah. Kita rela untuk terluka. Namun, pecah dan terluka adalah hal yang biasa bagi telur, karena itulah hakikatnya. Telur baru dapat berguna ketika ia pecah, ia bisa menjadi santapan telur dadar atau telur mata sapi yang enak, atau memulai kehidupan yang baru dalam bentuk anak ayam. Telur yang terlalu lama mencari aman tokh akan menjadi busuk sendiri. Ia tidak berguna dan akan dibuang. Ia mengeluarkan bau yang tidak sedap.
Perbedaan adalah rahmat. Selama kita masih bersama, selalu akan ada gesekan dan benturan. Selalu ada silang pendapat dan perbedaan prinsip. Hanya saja, kita harus berani untuk berbenturan. Kadang berbenturan sama telur ini, eh lain waktu ama telur itu. Hingga suatu saat di mana kita tidak lagi berada di dalam satu wadah, itulah saat di mana kita tidak berbenturan lagi.
Kebersamaan yang begitu aku inginkan ada di antara kita akhirnya terwujud juga, apalagi buatku yang memulai mengenal sebagian besar dari kalian dari nol. Kita pergi bersama ke pantai—tempat yang sudah lama tidak aku kunjungi. Ada senang, ada sedihnya. Ada sukacita, ada dukacitanya. Tetapi, selalu ingat senang dan sukacitanya, dan buang jauh-jauh sedihnya. Permanently Delete for dukacita? Jawablah: YES.
Hidup akan terus berjalan. Kita bisa istirahat sebentar. Aku bakalan liburan. Kalian juga. Kita berpisah untuk melakukan kegiatan kita masing-masing. Eh, ternyata aku salah. Kita ternyata tetap masuk ke satu ruangan yang sama. Kita harus mengatur strategi untuk babak kedua, supaya tetap dapat memenangkan pertandingan ini. Tetapi aku yakin, selama kita tetap bersatu, kemenangan sudah tersedia di ujung sana. Akhir yang bahagia bukan?
Prit…Prit…Prit
sumber gambar : blogspot