Wisuda ITB Oktober 2014 | Sebuah Pesan
Sudah lama rasanya tidak menjalin komunikasi dengan seorang teman hingga hari minggu, 19 Oktober 2014, dia mengucapkan “Happy Sunday ceee,” melalui salah satu fitur layanan pesan yang sekarang sedang marak. Memang sehari sebelumnya, saya mengucapkan selamat kepadanya untuk wisuda Oktober 2014 yang ia ikuti. Benar, oktober ini adalah wisudanya. Periode Wisuda ITB Oktober yang paling banyak diikuti wisudawan di ITB. “Selamat untuk wisudanya yah inang! Sukses selalu:) Maaf gak bisa datang, “ adalah pesan yang saya kirimkan hari Sabtu itu.
Jadi, di minggu sore itu, tiba-tiba dia ingin bercerita. Sudah hampir setahun rupanya tidak bertemu muka dengan dia. Sejak dia mengikuti pertukaran pelajar di awal semester 8 dan saya sibuk mengerjakan tugas akhir memang kami jarang bertemu. Oiya, pertemuan terakhir adalah saat dia datang ke wisuda saya Juli kemarin.
Wisuda ITB Oktober | Sebuah Cerita
Jadi dia bercerita mengenai perasaan hatinya yang agak sedih karena Papa, Pama, dan adiknya sudah kembali ke Palembang sore itu. Hari kamis minggu sebelumnya, mereka semua datang dan mengikuti beragam kegiatan: wis-nite (malam perayaan wisuda), acara wisuda ITB Oktober 2014 di Sabuga hari Sabtu, dan bergereja bersama di hari Minggu. Eh, tidak terasa, waktu berlalu dengan cepat, hari minggu sore mereka semua kembali pulang. Meninggalkan teman saya ke kondisi awal: sendiri di kota Bandung tercinta.
Ia juga sedih karena tidak dapat berfoto bersama dengan Papa Mamanya di Sabuga serta merepotkan mereka di dalam acara-acara pra wisuda yang dihadiri. Di momen yang harusnya membuatnya bahagia, malah diamerasa tidak bahagia, begitu tuturnya. Dia merasa dirinya terlalu egois dan belum mandiri serta tidak mengikuti saran-saran yang diberikan papa mamanya. Dia merasa gagal memberikan “sukacita” kepada keluarganya. Dan lebih parahnya, dia gagal memberikan sukacita itu kepada dirinya sendiri.
Wisuda ITB Oktober | Sebuah Pesan
Ada banyak kisah yang diceritakan oleh teman saya ini selama hampir 5 jam kami chat. Nah, dalam kesempatan ini saya ingin membagikan beberapa pesan yang saya berikan kepada teman saya, spesial di momen wisudanya di Oktober 2014 ini.
1. Kamu harus lebih taat dan percaya pendapat orangtuamu ke depannya yah:)
Sampai kapan pun, pendapat orangtua harus selalu menjadi bahan pertimbangan bagi dirimu. Bahkan hingga saat kamu sudah berkeluarga. Bukan hanya karena mereka sudah duluan mengecap manis pahitnya hidup ini, tetapi juga karena mereka adalah orangtuamu. Dan mereka selalu ingin yang terbaik dalam hidupmu! Semua nasihat itu memang kadang gak masuk akal, aneh, atau ngerepotin, atau penyampaiannya kurang enak. Tapi ingat selalu pertimbangkan nasihat orangtua kalian yah!
2. Hidup jangan terlalu matre, melihat sesuatu dari sisi uang. Papa mamamu seneng kok bisa beli tiket pesawat buat hadir di wisuda anaknya.
Biasa sih, seorang anak–apalagi anak perempuan–mengukur sesuatu dari sisi uang. Wah, banyak pengeluaran nih! Tiket pesawat aja udah berapa Aduh, sayang uangnya, coba kalau dipake ini… Tidak boros atau hemat merupakan salah satu prinsip hidup yang terpuji. Banyak orang sukses yang berprinsip pada hal ini. Namun, hidup juga harus dinikmati. Jangan selalu melihat sesuatu dari sisi uang atau sisi materi. Selagi masih ada uang, mari nikmati hal-hal yang kamu suka, namun juga tetap berhikmat. Jangan malah beli yang gak berguna. Beli tiket pesawat untuk menghadiri acara wisuda anaknya di kota lain bukan suatu pemborosan, loh!
3. Kalau mau menjadi “tidak biasa” selalu butuh persiapan dan perhitungan matang
Teman saya baru sekali ini make-up hingga menggunakan eye-liner. “Mataku pedih-pedih gitu, ceee, jadi diulang-ulang deh makenya,” ujarnya. Nah, melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan kita memang harus dipersiapkan. Kalau jarang atau bahkan belum pernah pakai bulu mata, ya harus bersiap lebih awal. Teman saya lupa memperhitungkan hal ini. Akibatnya, telat deh, dan akhirnya tidak menikmati acara. Jadi, buat kamu yang mau tampil beda atau tampil “tidak biasa” ingat selalu untuk persiapan yah! Jangan sampai niat baik menjadi cantik malah berakhir tragis. Untung dia tidak sampai di tahap tragis, hehe.
4. Semakin dewasa seseorang, dia semakin bisa mengerti keadaan orang lain.
Saya menyebutnya sebagai kemampuan ber-empati. Empati artinya mampu berpikir, bertindak, dan melihat masalah seperti orang lain melihatnya. Teman saya sedih dan kecewa karena banyak teman-temannya (termasuk saya) tidak datang ke acara wisudanya kemarin. Kesedihan memang wajar, kan teman ya jelas berharap datang lah di momen sekali seumur hidup. Namun, jangan sampai kesedihan itu berubah menjadi kekecewaan. Saat hidup terus berjalan, kita akan mulai kehilangan teman dan sahabat. Memang mereka tidak selamanya ada buat kita, meskipun kita selalu berharap mereka abadi. Tetapi dari hal itu, kita jadi belajar untuk menghitung hari (baca juga: Menghitung Hari). Mengingat bahwa waktu kita bersama terbatas, kita jadi menghargai waktu itu.
Wisuda ITB Oktober | Sebuah Penutup
Tulisan ini berakhir di pesan keempat. Empat pesan yang saya berikan kepada teman dan kepada para pembaca. Dia sampai menangis saat saya menyampaikan pesan-pesan tersebut. Saya minta maaf karena sekali lagi membuatnya menangis, tetapi semoga pesan-pesan ini dapat menjadi sebuah pembelajaran baginya. Hidup memang tidak akan pernah berjalan sesuai rencana kita, namun hidup itu selalu terasa menyenangkan saat kita melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar. Belajar menjadi orang yang semakin baik dan baik lagi.