Mahalnya Harga Natal
Sekali lagi Natal datang mengunjungi kita. Natal masih setia datang untuk mengingatkan kita kembali. Mengingatkan kita akan Yesus Kristus yang datang ke dalam dunia. Mengingatkan kita akan Yesus Kristus yang datang dan memperkenalkan Pribadi Allah bagi setiap manusia. Mengingatkan kita akan mahalnya harga natal yang pertama.
Mahalnya Harga Natal Pertama
Natal yang pertama adalah hari kelahiran Yesus Kristus di dunia. Kedatangan Allah ke dalam dunia yang seharusnya dirayakan riuh megah, justru tampil dalam kesepian. Sepi karena hanya beberapa orang saja yang datang mengunjungi Juruselamat dunia. Sepi dan sendu. Tapi setelah itu suasana tidak membaik. Malah makin mencekam. Tangis dan ratap yang amat sedih membahana, memenuhi seluruh malam yang dingin seantero Betlehem. Itu karena Herodes menyuruh membunuh semua anak di Betlehem yang berumur dua tahun ke bawah. Natal begitu mencekam. Begitu mahalnya harga natal.
Tapi jauh-jauh hari sebelum Yesus lahir, Maria dan Yusuf pun sudah turut merasakannya. Natal, kedatangan Allah ke dalam dunia tidak serta-merta membawa sukacita dan kesenangan. Natal harganya mahal. Natal menuntut Maria dan Yusuf untuk berani meninggalkan kesenangan dan kenyamanan hidup, berani berkorban, demi membayar mahalnya harga natal.
Ketika Malaikat Tuhan datang dan memberitakan kabar sukacita kelahiran Yesus Kristus, Maria tidak serta-merta bergembira dan bersorak-sorai karena Allah akhirnya datang dan bertindak. Maria yang mendengar kabar itu malah menjadi takut dan gentar. Ada sesuatu bergejolak dalam hatinya. Dalam kepolosannya dia menjawab malaikat itu, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Ini adalah respon Maria yang pertama kali setelah mendengar kabar dari malaikat. Maria tahu kalau dia ketahuan mengandung sementara dia belum bersuami, hukumannya sangat berat. Dalam agama Yahudi hukuman bagi wanita yang seperti itu adalah dilempar batu sampai mati. Tunangan Maria, Yusuf yang kemudian mengetahui hal itu pun ketakutan, dan hendak menceraikan Maria diam-diam. Namun Malaikat Tuhan muncul dalam mimpinya untuk membatalkan niatnya itu.
Dalam hari-hari mengandung pun Maria tetap membayar harga Natal. Di tengah keramaian kota yang membicarakan Elisabet tua yang mengandung, Maria harus menutupi “rasa malu” akan keajaiban pada dirinya.
Beberapa bulan berselang, lahirlah Yohanes Pembaptis. Sesuai dengan tradisi Yahudi, semua kerabat dan keluarga datang untuk menyambut kelahiran anak yang ditunggu-tunggu oleh Zakaria dan Elisabet. Kelahiran Yohanes Pembaptis dirayakan begitu meriahnya. Enam bulan kemudian, waktu melahirkan Yesus kian dekat. Namun bukannya suasana nyaman dan tenang untuk melahirkan yang dirasakan Maria, tapi sebaliknya, suasana tergesa-gesa. Yusuf harus membantu Maria agar bisa pergi jauh ke Betlehem untuk ikut sensus. Sedangkan Maria yang hamil tua, dia harus pergi jauh mengikuti suaminya. Sampai di Betlehem semuanya bukan menjadi baik. Di Betlehem tidak ada tempat yang layak bagi Maria untuk dapat bersalin. Akhirnya dia harus bersalin di tempat hewan-hewan.
Yesus pun lahir di dunia. Tapi tidak seperti Yohanes Pembaptis. Yesus lahir jauh dari rumah, tidak ada bidan yang membantu kelahiran, tidak ada kerabat dan keluarga dekat, tidak ada pesta meriah. Bayi Yesus hanya dibungkus kain lampin dan dibaringkan di dalam palungan.
Penderitaan dan kesulitan tidak hanya sampai di situ saja, Maria dan Yusuf lagi-lagi harus pergi mengungsi ke Mesir demi menghindari Herodes yang ingin membunuh semua bayi di Betlehem. Begitu berat beban dan kesusahan yang mesti ditanggung oleh Yusuf dan khususnya Maria. Menanggung malu karena “keajaiban” yang diterimanya. Pergi ke sana, pergi ke sini, menghindari pembunuhan massal. Bersalin di dalam tempat hewan yang sunyi, kotor, jauh dari kata layak. Begitu mahalnya harga natal.
Tapi Maria tetap teguh menanggung semuanya. Maria dan Yusuf tetap sabar dan mengikuti semua rencana Allah yang digenapi melalui kehidupan mereka. Meskipun beban dan penderitaan yang berat, mereka rela menanggungnya. Seirama seperti yang dikatakan Maria kepada malaikat,” Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
Rencana dan pekerjaan Tuhan mungkin datang dengan dua sisi: sukacita dan kesukaan besar atau penderitaan dan kesukaran. Dan Maria menerima keduanya. Maria rela menderita membayar harga. Mahalnya harga natal.
Kalau kita tahun ini bisa kembali merayakan Natal, marilah kita mengingat kembali mahalnya harga Natal. Mahalnya harga pengampunan dosa bagi umat manusia. Allah harus rela merendahkan dirinya, masuk ke dalam sejarah manusia dalam rupa seorang bayi. Natal, peristiwa yang mahal harganya. Harga yang harus dibayar demi pengampunan dosa.
Sumber gambar: BlogSpot 1, 2, 3