Merayakan Jumat Agung
Hari ini seluruh umat Kristiani merayakan hari Jumat Agung, atau di Filipina disebut dengan Good Friday. Ada banyak sekali misa yang diadakan mulai dari kemarin malam hingga sore hari nanti. Jalanan di Metro Manila pagi ini sepi, karena hampir seluruh orang sudah berada di gereja sejak pagi hari. Hari Jumat ini kita merayakan penderitaan Yesus, penyaliban Yesus, dan juga kematian Yesus. “Merayakan” penderitaan, penyaliban, dan kematian? Ah, yang benar saja…mana ada penderitaan dan kematian dirayakan di dunia ini?
Meskipun sebagian besar mengatakan “merayakan penderitaan” adalah hal yang mustahil, namun setiap tahun kita merayakan Jumat Agung. Kita merayakan bagaimana Yesus dicambuk, dipukuli, diludahi, dihina, dipermalukan, hingga akhirnya Ia mati di kayu salib. Setidaknya ada empat alasan mengapa kita merayakan penderitaan dan kematian itu.
Mengapa Kita Merayakan Jumat Agung?
Pertama, penderitaan dan kematian Yesus sebagai pengorbanan. Kematian Yesus di atas kayu salib adalah kematian satu kali untuk selama-lamanya. Kematiannya adalah pengorbanan paling sempurna seperti yang tertulis dalam Ibrani 10. Pada jaman Bangsa Israel, Imam sebagai wakil umat di hadapan Allah mesti mengorbankan domba atau kambing sebagai korban penghapus dosa bagi dirinya sendiri dan bagi seluruh umat. Yesus pun melakukan hal serupa, namun Ia adalah Imam Agung yang mewakili umat manusia di hadapan Allah. Ia juga menjadikan diri-Nya sendiri korban penghapus dosa seluruh umat manusia. Kematian Yesus adalah pengorbanan paling agung dan paling besar yang Allah kerjakan bagi manusia.
Kedua, kematian Yesus sebagai pengampunan. Melalui kematian Yesus di kayu salib, Dia menanggung seluruh dosa manusia dan seluruh upah dosa yakni hukuman kematian. Setelah imam mengorbankan domba atau kambing sebagai korban penghapus dosa, maka imam dan seluruh umat menjadi suci dan layak merayakan paskah. Allah berkenan kembali untuk mereka temui, meskipun sebelumnya mereka berdosa dan tidak setia kepada Allah. Kematian Yesus membuat beroleh pengampunan dari Allah. Allah mengampuni seluruh dosa dan tidak mengingat-ingat lagi pelanggaran yang kita perbuat. Saat Yesus mati, tabir bait suci terbelah dua, yang menyatakan bahwa Allah berkenan untuk kita temui dalam doa-doa kita secara langsung, tidak harus melalui ritual maupun perantaraan imam.
Ketiga, kematian Yesus sebagai bukti kasih dan cinta Allah bagi manusia. Meskipun Allah bisa saja murka dan membinasakan semua manusia karena dosa-dosa yang diperbuat, seperti pada kisah Nuh atau Sodom dan Gomora, namun Allah tidak melakukannya. Ia tidak mau membinasakan manusia. Allah justru mengutus Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya tidak binasa, melainkan dapat hidup kekal (Yohanes 3:16). Melalui kematian Yesus, kita dapat melihat bagaimana Allah rela mengorbankan anak-Nya supaya kita dapat selamat. Paulus merangkumnya seperti yang tertulis dalam suratnya kepada jemaat di Roma: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8).
Dan terakhir atau yang keempat, Kematian Yesus sebagai kemenangan. Meskipun Ia mati, namun kita tahun bahwa Ia bangkit tiga hari kemudian. Kematian dan kebangkitan Yesus menunjukkan Dia menang atas dosa, kematian, dan iblis yang merupakan masalah utama manusia. Kematian bukanlah akhir, karena Yesus hidup. Ia bangkit, dan Ia menang. Ia juga membuktikan bahwa ada kehidupan kekal dibalik kematian. Sebuah rumah di Sorga kelak tersedia bagi siapa saja yang mau percaya kepada-Nya.
Jadi, mengapa umat kristiani merayakan Jumat Agung? Karena melalui peristiwa Jumat Agung atau kematian Yesus, kita beroleh pengampunan dan kasih, dan juga kemenangan atas dosa dan maut.
Di momen hari Jumat Agung ini marilah kita merenungkan betapa Allah mencintai manusia. Dan tidak cukup mencintai, Ia membuktikan cinta-Nya melalui Yesus. Mari kita sejenak berdoa dan bersyukur atas kasih Allah yang begitu besar.