Natal Datang!
Natal datang |
Saat bulan Desember menjelang, semua orang disibukkan untuk menyiapkan natal. Mal-mal dan tempat-tempat umum lain berlomba-lomba menyulap diri dengan aneka aksesori natal, Pohon Natal dan hiasannya, Santa Claus, dan hadiah-hadiah yang dibagikan bagi para pengunjung.
Gereja dan Perkumpulan Kristiani juga mulai disibukkan dengan latihan koor atau drama untuk memeriahkan ibadah natal. Panitia Acara Natal dibentuk dan mulai menyiapkan konsep perayaan yang lebih baik dari pada tahun sebelumnya. Jemaat juga tiba-tiba mengalami kenaikan yang signifikan di minggu-minggu pra-natal. Buat umat katolik, acara-acara pengakuan dosa juga sudah masuk acara tetap menjelang natal. Seluruh orang menjadi sibuk dan mau ikut serta mendekorasi gereja, remaja dan pemuda tiba-tiba rajin ikut kegiatan gereja, atau bahkan berderma besar-besaran untuk anak yatim.
Suasana natal memang seolah-olah menyulap perasaan kita. Begitu mendengar lagu-lagu Natal yang khidmat dan agung, hati pun terasa sangat teduh. Kita jadi lebih ramah. Wajah orang pun terlihat lebih cerah dan ceria. Ketegangan hidup sehari-hari seolah-olah berhenti dan digantikan dengan kedamaian dan keramahan. Hidup serasa jadi lebih indah.
Tetapi saat suasana natal itu berakhir, berakhir pulalah semua kedamaian dan kemurahan hati itu. Hidup kembali menjadi kejam dan keras, serakah, benci, dan dengki. Jumlah jemaat menurun drastis, remaja dan pemuda kembali menjauhkan diri dari kegiatan gereja, bahkan paling parah, ketulusan hati untuk membantu sesama hilang. Sesingkat itukah nyala api kasih Kristus menyala di dalam hati kita?
Dalam Khotbah di Bukit, Tuhan Yesus mengumpamakan kita sebagai pelita yang ditempatkan di atas kaki dian supaya menerangi seisi rumah (Mat 5:14-16). Cahaya pelita memang tidak gemerlapan dan tidak mencolok secara istimewa, namun ia menyala terus tiap malam sepanjang tahun. Pelita berbeda dengan lampu hiasan Natal yang berkedap-kedip mencolok, namun hanya menyala beberapa hari atau paling lama sebulan dalam satu tahun.
Agaknya dalam mengikuti Tuhan Yesus kita perlu belajar menjadi pelita dibandingkan menjadi lampu Hiasan Natal. Yang kita butuhkan bukanlah pengamalan iman yang meledak-ledak dan gegap gempita, namun hanya berlangsung beberapa kali saja setahun. Yang kita butuhkan adalah kebalikannya, yaitu pengamalan iman yang tenang dan bersahaja, namun setia dan mampu bertahan selama setahun penuh, bahkan selama-lamanya.
Lebih baik kita menjadi air tawar biasa di gelas yang penuh, dari pada menjadi minuman bersoda yang meletup-letup begitu dibuka, tetapi segera sesudahnya langsung lenyap dan menyisakan gelas yang setengah penuh.
Roh Natal adalah Roh Yesus, yaitu kegembiraan, keteduhan, dan kemurahan hati. Dunia langsung berubah menjadi indah ketika roh itu mulai menyala di dalam hati kita. Alangkah indahnya dunia ini kalau roh itu menyala bukan hanya pada hari-hari Natal saja, melainkan terus menerus selama setahun. Ya, alangkah indahnya.