Renungan Singkat Jumat Agung 2011
Renungan Jumat Agung. Tidak ada kematian yang lebih tragis dari kematian di kayu salib. Hal seperti itu merupakan hukuman bagi penjahat ulung. Kematian seperti itulah yang dialami oleh Yesus. Itu berarti, Tuhan Yesus telah disamakan dengan penjahat ulung. Padahal Ia disalibkan bukan karena dosa-Nya, karena Ia tidak berbuat dosa dan tipu daya tidak ada dalam mulutnya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalasnya dengan caci maki, dan ketika Ia menderita, Ia tidak mengecam.
Renungan Jumat Agung 2011
Tuhan Yesus pembawa damai dan keselamatan. Di salib-Nya, Ia mendamaikan manusia yang berada dalam lembah dosa dengan Allah yang bersemayam di Sorga. Hal itu ditunjukkan kepada salah satu dari penjahat yang tergantung di salib bersama-sama dengan Yesus. Si penjahat tersebut sadar bahwa dirinya disalib karena kejahatannya, lalu Ia memohon pengasihan Yesus. Permohonannya diterima, selanjutnya Yesus mengatakan: “Hari ini engkau bersama-sama degan Aku di Firdaus.” Ini adalah Firman yang menyejukkan hati dan membangkitkan pengharapan, bahwa bagi setiap orang berdosa telah terbuka jalan untuk menerima kasih dan pengampunan dari Tuhan.
Sekalipun dalam keadaan tersalib dan menderita, Yesus masih memperhatikan pentingnya hubungan baik antara sesama manusia. Sesungguhnya salib Yesus adalah pendamaian, pendamaian antara manusia dengan Allah, antara manusia dengan sesamaya. Pendamaian tercipta ketika kejahatan dan kekerasan dibalas dengan kebaikan dan berkat.
Selanjutnya terdengar suara Yesus dengan menggambarkan pergumulan-Nya, menahan penderitaan akibat dosa manusia, Ia berkata: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Seharusnya kita yang menyerukan kata-kata yang demikian, seharusnya kitalah yang merasakan perasaaan yang sepi dan ditinggalkan tersebut. Tetapi Yesus yang tersalib mau menggantikan kita. Ia mau membuat perasaan tersisih dari hadapan Tuhan tidak lagi membayang-bayangi pikiran kita.
Yesus mengalami rasa haus yang tidak terlukiskan karena dosa kita semua. Ia rela menderita rasa haus agar perasaan seperti itu tidak lagi menghantui kita dan kita tidak lagi menyerukan : “Aku haus,” sebab di dalam Yesus kita beroleh air kehidupan, dan barang siapa yang menerima itu, ia tidak akan haus sampai elama-lamanya.
Sekalipun penderitaan itu perih dan menyakitkan dialami Yesus di kayu salib, tidak ada suara penyesalan untuk menolak penderitaan-Nya, melainkan melalui suara kemenangan. Menjelang akhir pengorbanan-Nya, Ia berkata: “Sudah selesai,” sebab ketaatan-Nya atas pekerjaan penebusan itu telah sempurna, dan Ia telah menang atas penderitaan itu. Kemudian Ia berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawa-Ku.” Sesudah itu, Yesus mati.
Sumber Gambar : BlogSpot