Bersyukur dalam Iman dan Pengharapan
Natal mengingatkan kita untuk bersyukur dalam iman dan pengharapan dan bersukacita karena “hari ini telah lahir bagimu Juruselamat!” Tentu saja, karena kabar gembira tentang kelahiran seorang Juruselamat, memang harus mengingatkan kita akan keadaan kita akan keadaan kita yang gawat, yang amat membutuhkan penyelamatan. Orang baru akan menyadari dan menghargai betapa bernilainya hidup ini, dan betapa besar jasa seorang dokter, jika ia menyadari betapa ia sudah benar-benar berada di ambang kematian, lalu lolos dari lubang jarum.
Natal membawa implikasi kehidupan yang seperti ini: Bukan karena saya menyadari dan meratapi dosa serta ketidakberdayaan saya, baru saya menyadari betapa saya memerlukan anugerah keselamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Tetapi sebaliknya: karena saya terlebih dahulu menyadari betapa besar anugerah Allah, betapa besar kasih Allah, betapa besar makna penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus, barulah saya menyadari betapa celakanya saya, dan betapa dalamnya saya telah jatuh ke dalam dosa.
Mengapa begitu? Karena orang yang benar-benar telah dicengkeram oleh dosa, justru orang yang tidak menyadari bahwa ia berdosa. Dosa itu memiliki dua mata pisau, membuat kita sakit parah, namun di sisi lain membuat kita merasa sehat-sehat saja. Kita merasa tidak perlu mengaku dosa kita karena memang dosa menghalangi rasa bersalah kita kepada Allah.
Karena itu, Paulus dalam suratnya kepada Titus mengingatkan kembali akan perbuatan Allah ini, “…ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita…supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal…” (Titus 3:4-7).
Natal tahun ini mengingatkan kita untuk selalu bersyukur dalam iman dan pengharapan. Kita hidup dalam kepastian bahwa kita memiliki Tuhan yang perduli dan mencintai kita. Ia selalu ada dan tidak pernah meninggalkan kita sendirian: Immanuel. Allah beserta kita! Pengharapan artinya kita bisa terus maju menghadapi tantangan dan persolan, karena kita tahu ada mahkota kehidupan bagi mereka yang mau terus bertahan dan setia sampai akhir.
Ternyata itu adalah suara burung yang menabrak jendela. Burung itu merasa kedinginan dan hendak masuk ke dalam rumah yang hangat itu. Burung itu kini ada di tengah-tengah salju dan kedinginan. Sang suami yang merasa iba, ingin sekali membawa masuk burung itu. Saat sang suami mendekati burung itu untuk membawanya masuk, malah burung itu takut dan pergi menjauh. Sang suami berpikir dalam hati: “Aku hanya ingin menolong kamu. Aku hanya ingin mengajak kamu ke dalam, supaya tidak mati kedinginan.” Sang suami mendapatkan ide. Dia memecah-mecahkan roti dari depan rumahnya hingga ke dekat perapian, supaya burung itu tertarik dan masuk ke dalam rumah. Kelihatannya rencananya akan berhasil, sang burung tertarik dan maskan roti itu. Namun ketika melihat manusia, burung itu ketakutan dan malah terbang menjauh ke luar rumah.
Sang suami sedih melihat hal itu. “Aku hanya ingin menolongnya, supaya dia tidak mati sia-sia karena kedinginan.” Dia menutup pintu rumahnya dan kembali duduk ke dekat perapian untuk menghangatkan badannya. “Andaikan aku seekor burung, pasti itu akan menjadi pekerjaan mudah. Aku dapat dengan mudah menuntunnya kepada tempat yang aman supaya dia tidak mati.”
Yesus telah melakukan apa yang tidak mungkin ia lakukan. Ia tidak mungkin bisa menjadi burung. Tetapi Yesus telah menjadi manusia. Ia datang ke dunia dan mengajak semua manusia menuju rencana penyelamatan Allah. Namun, masih banyak manusia bodoh yang mengabaikan semuanya itu. Mereka tahu akan binasa, tapi tetap saja tidak mau dan menghindar ketika akan diselamatkan.
Jadi, marilah kita menjadikan natal ini jadi momen mengingat dosa dan pelanggaran kita, sekaligus kebaikan Allah dalam kehidupan ini. Mari terus bersyukur dalam iman dan pengharapan, karena kita tahu, Yesus hidup dan selalu ingin memberikan yang terbaik untuk kita.