Eben Haezer – Sampai Di Sini Tuhan Menolong Kita (2)
Tetapi perjalanan kita belum selesai. Ini hanya sebuah saat perhentian. Kita masih perlu meneruskan perjalanan. Kita memandang ke depan, ke lembah dan bukit bahkan jalan terjal yang terbentang luas. Perjalanan kita masih panjang. Mungkin akan ada banyak rintangan dan kesulitan. Jalan di depan kita tidak mudah, mungkin jauh lebih sulit. Bagian yang terberat dan tersulit mungkin justru masih harus kita hadapi. Akibatnya bisa jadi kita merasa cemas, kuatir, dan hidup tak menentu.
Eben Haezer-Sampai Di Sini Tuhan Menolong Kita
Itulah perasaan-perasaan yang wajar muncul di saat perhentian. Kita menengok ke belakang lalu kita merasa lega dan bersyukur. Kita menatap ke depan lalu kita merasa cemas dan tak menentu. Karena itu selain menengok ke belakang dan menatap ke depan, saat perhentian adalah juga waktu untuk menengadah ke atas dan mempercayakan perjalanan hidup kepada tuntunan tangan Tuhan.
Merenung seperti itu pada saat perhentian menjadikan perjalanan hidup bukan sekedar asal jalan dan asal maju. Perjalanan memerlukan tujuan yang jelas dan motivasi yang kuat. Pada saat perhentian kita melakukan tiga hal yang perlu untuk perjalanan: menengok ke belakang, menatap ke depan, dan menengadah ke atas. Lalu kita merasa mantap, “Eben-Haezer, sampai di sini Tuhan menolong kita.”
Hidup memang tidak mudah. Namun kalau kita menengok ke belakang, menatap ke depan, dan menengadah ke atas dengan beriman, maka hidup ini terasa indah. Kita jadi merasa bahwa hidup ini terasa indah. Kita jadi merasa bahwa hidup ini sungguh bermakna. Buktinya Allah sendiri menghargai hidup kita. Ia menolong kita untuk menapaki perjalanan hidup ini.
Kita pun jadi merasa bahwa hidup ini patut dihidupi. “Carpe Diem!” (Latin: “Petiklah Hari!”), maksudnya manfaatkanlah hari, jangan sampai ada hari yang terlewat tanpa arti. Jangan sampai ada hari yang menjadi sia-sia karena kita hanya bermalas-malasan tanpa memberi isi kepada hari itu. Jangan sampai ada hari yang menjadi rusak karena kita mewarnainya dengan rasa benci, iri, atau cuma memikirkan diri sendiri. Jangan sampai ada hari yang terlewat tanpa sukacita. Pengkotbah juga menulis, “… jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya…” (Pengkotbah 11:7).
Merenung seperti ini membuka mata kita untuk mengaku: perjalanan hidup ini sebetulnya sangat indah. Karena itu, mari kita meneruskan perjalanan ini. Tuhan masih menerbitkan matahari. Kita masih bernafas. Tuhan masih memberi umur. Mari kita jalani terus umur pemberian Tuhan. Mari kita buahkan umur kita menjadi berkat bagi orang lain. Mari kita beri isi dan arti pada umur kita. Mari kita syukuri umur kita. Selamat panjang umur! Sekali lagi: Selamat panjang umur!
Dikutip dari: Selamat Panjang Umur, Andar Ismail, dengan sedikit perubahan.