Kasih Allah Mendekatkan yang Jauh
Dalam perjalanan ke Ambon bulan lalu, saya berkesempatan melihat ikon baru kota Ambon, yakni Jembatan Merah Putih. Keberadaan jembatan ini sangat berguna untuk memotong durasi perjalanan dari pusat Kota Ambon menuju ke Bandara Pattimura, Universitas Pattimura, dan juga kawasan Terminal BBM Wayame. Dahulu, kita harus menempuh perjalanan memutar sejauh hampir 35 kilometer dari Bandara Pattimura sampai ke Kota Ambon atau sebaliknya. Selain jauh, durasi perjalanan juga menjadi lama, hampir 60-70 menit. Itupun sudah dengan kecepatan tinggi 50-60 kilometer perjam, mengingat kondisi lalu lintas di Ambon masih sepi. Belum seperti di Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Jawa. Masyarakat biasanya juga mengambil jalan naik kapal feri dari Desa Rumah Tiga (Poka) dan Galala dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. Kisah kehadiran Jembatan Merah Putih mengingatkan saya akan kasih Allah. Kasih Allah mendekatkan yang jauh, kembali menjadi anak-anak-Nya.
Saat manusia jatuh ke dalam dosa, hubungan kita dengan Allah menjadi jauh. Kita menjadi hamba atau budak dosa. Hubungan kita dengan Allah terputus karena dosa. Melihat manusia yang semakin jauh dan tersesat, tentu Allah ingin memanggil dan merangkul manusia ciptaannya. Mengapa Allah ingin memanggil manusia? Apakah karena Allah membutuhkan manusia? Tentu tidak. Allah memanggil dan mencari manusia karena Allah itu sangat mengasihinya. Allah adalah kasih dan ingin agar manusia merasakan kasih Allah itu. Tapi ada hambatan lain, manusia yang najis tidak bisa mendekat pada Allah yang Kudus. Lalu bagaimana jadinya?
Allah ternyata punya solusinya. Dalam catatan sejarah, manusia tidak pernah bisa menemukan Allah. Mereka melakukan berbagai cara, berbuat ini dan itu, membuat dan menegakkan hukum, namun nyatanya mereka tidak juga bertemu dan berdamai dengan Allah. Allah kemudian mencari manusia dan menunjukkan pribadi-Nya kepada manusia. Ia hadir dalam rupa manusia yang akhirnya disalibkan dan mati untuk menggantikan hukuman dosa-dosa kita semua. Hubungan kita dengan Allah yang awalnya jauh kini menjadi dekat. Kita memperoleh hidup baru dan memperoleh kembali status kita sebagai anak Allah. Wah, betapa bahagianya kita bisa kembali menjadi anak Allah.
Seperti layaknya Jembatan Merah Putih yang mendekatkan jarak antar tempat di Pulau Ambon, hubungan kita juga makin dekat dengan kehadiran Yesus. Maukah kita menerimanya menjadi Tuhan dan Juruselamat dalam hidup kita?