Keduniawian
“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya.” 1 Yohanes 2:15
“Janganlah kamu mengasihi dunia” bukan sebuah perintah yang ketinggalan zaman atau tradisi yang berlebihan. Itu adalah Firman Allah. Kata-kata itu berasal dari Allah. Dan kata-kata itu tidak hanya ditujukan pada sekelompok orang saja, tetapi untuk kita semua. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang kebal terhadap pengaruh dunia. Dan bicara soal keduniawian, kita akan berada pada posisi rentan yang sama. Jelas tidak mungkin lah. Hati-hati! Mungkin Anda salah. Demas menjadi contoh bagi kita.
Tanda-Tanda Keduniawian
Kalau ada orang yang sukar disebutkan “duniawi”, orang itu adalah Demas.
Sebagai teman dan kawan seperjalanan Paulus, Demas jelas berpartisipasi dalam pengabaran Injil dan mengembangkan kerohanian jemaat mula-mula saat itu. Dia meninggalkan keluarga dan rumahnya untuk mengikuti seorang rasul yang suka berkeliling dan menempuh bahaya. Dia bersama-sama dengan Paulus—mempertaruhkan nyawanya—ketika Paulus dipenjara untuk pertama kalinya. Kita membaca dia mengirim salam pada gereja di Kolese dan kepada orang Kristen di rumah Filemon (Kol 4:14 dan Fil 1:24).
Dia adalah orang Kristen teladan. Selain Paulus, rasanya Demas adalah orang yang patut kita hormati, ikuti, dan teladani. Tetapi sebuah tulisan singkat dari Paulus kepada Timotius dalam suratnya yang kedua menceritakan akhir hidupnya, “Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku” (2 Tim 4:10).
Telak sekali. Benar-benar telak dan menohok hati yang membacanya. Saya rasa kita pun menjadi sedih saat membacanya, seperti perasaan Paulus saat itu.
Sebuah tragedi yang mengenaskan. Hidup yang sia-sia. Kesaksian hidup yang hancur. Pekabaran Injil dan pengembangan rohani jemaat yang selama ini dilakukan menjadi ternoda. Demas, mencintai dunia ini, dan tidak hanya meninggalkan Paulus, tetapi juga Juruselamatnya. Apa yang terjadi? Mengapa Demas berubah dari pengikut Kristus yang bersemangat, kawan sekerja rasul Paulus menjadi orang yang meninggalkan Injil? Apa yang salah?
Nyatanya, Demas memang telah “hilang”, namun saya yakin ia terlebih dahulu hanyut.
Semuanya terjadi secara perlahan tetapi pasti. Demas tidak langsung murtad di dalam satu hari. Ia pelan-pelan dia mulai menjadi sama dengan dunia ini. Kita semua mengenal Demas—seorang yang seperti meteor, terbakar dengan api cinta pada Kristus lalu tiba-tiba menghilang dari persekutuan dan berbalik dari Kristus atau terlibat dalam dosa yang serius. Ia membuat semua orang atau jemaatn saat itu menjadi bertanya-tanya.
Sering kita tidak menyadari dan mengacuhkan tanda-tanda keduniawian. Orang bisa saja datang ke gereja, bernyanyi, mendengarkan kotbah, belajar Alkitab—dari luar tidak ada bedanya. Tetapi di dalamnya Ia berbeda. Dia duduk di gereja tapi sebenarnya dia tidak mau. Dia bernyanyi tapi tanpa perasaan. Dia mendengarkan kotbah tanpa meyakini apa yang dia dengar. Dia mendengar tetapi tidak melakukan.
Semuanya dimulai dengan hari nurani yang mulai tumpul dan kehilangan semangat. Dosa tidak lagi menakutkan bagi dia seperti sebelumnya. Hasrat untuk mengenal sang Juruselamat menjadi padam. Kasih menjadi dingin. Rasa malas mulai menyerang dan semangat menginjili menguap entah ke mana. Pertumbuhan rohani berhenti.
Orang yang dulunya berapi-api bagi Kristus—seperti Demas—mulai terperangkap dalam dosa. Satu langkah lagi saja menjadi murtad. Jadi, apakah Anda mulai terhanyut?
“Oh, tidak,” kata Anda. “Saya hanya sibuk. Yah, memang saya tidak berapi-api seperti dulu lagi, tetapi saya baik-baik saja. Saya toh masih gereja. Saya masih membaca dan merenungkan Alkitab. Saya tidak meninggalkan Tuhan. Saya mungkin hanya agak sibuk. Saya akan kembali seperti dulu.”
Apakah kita sudah mulai jatuh cinta dengan dunia ini?