Kekuatan Iman Kristiani – Kristen di Rusia
Masih dalam suasana Olimpiade Musim Dingin di Sochi Rusia. Berulang kali kita mendapati atlet-atlet Kristen mengucapkan tanda salib di depan umum. Ini menjadi bukti semakin berkembangnya agama Kristen di Rusia, negara yang dulu adalah Komunis bahkan mengedepankan ateisme sampai perhelatan Olimpiade 1980, seperti yang dikutip oleh Kantor Berita Reuters.
Hasil Survei Iman Kristiani di Rusia
Peseluncur es Rusia Elena Ilinykh melakukan tanda salib di depan publik setelah memenangkan medali perunggu bersama partnernya Nikita Katsalapov. Dua hari sebelumnya, atlet Rusia lainnya Elena Nikitina juga berdoa dengan tanda salib di depan televisi saat memenangi medali perunggu di perlombaan lari skeleton.
Menurut survei yang dilakukan oleh Pew Research Center di Rusia, populasi masyarakat yang memeluk Kristen Ortodoks meningkat tajam menjadi 72 persen dari hanya 31 persen kala keruntuhan Komunis pada 1991. Dan yang lebih menakjubkan, 56 persen orang mempercayai adanya Tuhan, naik dari 38 persen pada periode yang sama.
Sementara menurut hasil survei berdasarkan jenis kelamin, para pria yang mengaku Kristen Ortodoks mencapai 63 persen, naik dari 17 persen pada 1991. Sedangkan perempuan mencapai 81 persen, naik hampir 2 kali lipat dari 40 persen pada 1991.
“Sejak olimpiade digelar, Sochi berubah 180 derajat dari Sochi pada Januari 2010,” kata Marc Hooks, direktur Engage Sochi pada Baptist Press. “Saya tidak pernah mendapati Rusia yang terbuka seperti ini,” tambahnya kemudian. Para misionaris lalu memanfaatkan kesempatan ini. Engage Sochi (badan misi internasional) memberitakan Injil pada para pemain dan ofisial tim kala dan setelah pertandingan.
Ini benar-benar berbeda dengan Rusia pada 20 tahun lalu. Rusia kini telah berubah dan iman Kristiani tumbuh dengan subur di tanah-tanah bekas Komunis.
Sejarah Iman Kristiani di Rusia
Saya mencari sedikit informasi mengenai keadaan Rusia pada masa komunis dahulu. Kala masa pemerintahan Stalin, ada lebih dari 20 juta lebih orang Kristen yang dibunuh, dan jauh lebih besar dari jumlah itu dibuang ke Siberia. Ketika penganiayaan fisik ternyata tidak juga berhasil melenyapkan gereja, tekanan politik diberlakukan. Tahun 1942, semua gereja Protestan yang ada dilebur jadi satu dan ditaruh di bawah pengawasan dan kontrol ketat Pemerintah. Namun yang terjadi, Kekristenan tidaklah bisa dilenyapkan. Justru sebaliknya, komunisme runtuh dan gereja berkembang dengan amat suburnya. Bahkan setelah itu perdana menteri Rusia ikut kebaktian di sebuah gereja.
Inilah yang membuktikan kekuatan Iman Kristiani. Semakin ditekan, semakin merambat, seperti kata banyak orang. Tetapi saya lebih setuju dengan perumpamaan Almarhum Pdt. Eka Darmaputera yang menggunakan istilah iman seperti paku. Makin keras dipukul, makin kuat menancap. Kesengsaraan dan tekanan fisik dan psikis malah menimbulkan ketekunan dan kegigihan. Kegigihan menimbulkan tahan uji. Dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Pengharapan tentang pemberitaan Kabar Baik yang lebih besar dan luas.
Kini kita bisa melihat bukti pengharapan itu tidaklah gagal. Darah dan tangisan orang-orang percaya membasahi lahan-lahan pemberitaan Injil di negara Rusia. Membuatnya makin subur guna pertumbuhan iman Kristiani. Inilah iman Kristiani itu. Iman seperti paku. Makin dipukul, makin kuat menancap.
Masalahnya sekarang maukah kita belajar dari Negara Rusia? Belajar dari iman orang-orang percaya disana yang makin dipukul makin menancap? Atau malah kabur karena takut dipukul?
Bahan Bacaan
Christianity Today : Sign of the Ice Dancing Cross: Good News for Missionaries at Sochi Olympics
Sumber Gambar : Yahoo Sports, tonybaldry.co.uk