Kematian Bukan Akhir Segalanya
Hari minggu kemarin, sepulang gereja, saya membantu papa dan mama mempersiapkan makanan yang akan dibawa ke rumah Bou Raymond. Seharusnya hari minggu itu, acara arisan Keluarga Ompu Mardarede diadakan di rumah. Namun, berhubung tiga minggu yang lalu Amangboru Raymond meninggal, maka arisan ini dipindahkan ke rumah bou, digabungkan dengan acara mangapuli. Mangapuli, seperti yang sudah dijelaskan oleh adik saya di artikel sebelumnya, adalah ibadah penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Acara mangapuli biasanya dikemas dalam bentuk ibadah kecil, dengan kegiatan marhata (menyampaikan kata-kata/ nasihat)–dari orang-orang kepada keluarga yang ditinggalkan. Kemudian, ditutup dengan firman Tuhan dan doa syafaat. Budaya ini ditujukan untuk menguatkan iman keluarga bahwa orang yang telah meninggal telah bersama dengan Bapa di Surga. Sekaligus menjadi pengingat bagi kita (orang-orang yang masih hidup sekarang) untuk dapat melihat betapa rapuhnya kehidupan ini. Pengingat inilah yang “membuat” kita harus menjalani sisa hidup kita dengan lebih baik lagi.
Kematian Bukan Akhir Segalanya: Ada Rencana Tuhan
Kesempatan ikut serta dalam acara mangapuli di rumah bou kemarin mengingatkan saya kepada tiga hal terkait kematian. Pertama, kematian tidak berarti Tuhan tidak melakukan mukjizat-Nya. Kematian amat identik dengan penyakit atau musibah. Kita berdoa dan berharap ada mukjizat yang terjadi: kesembuhan dari penyakit atau dari kecelakaan yang menimpa. Namun, ternyata mukjizat tidak terjadi. Orang yang kita kasihi akhirnya tidak tertolong lagi dan meninggal. Tidak sedikit orang yang merasa Tuhan begitu jahat atau menyalahkan Tuhan karena tidak melakukan mukjizat. Namun, saya mau katakan, mukjizat tidak terjadi pun, Tuhan tetap Tuhan yang baik. Urusan kematian atau sembuh dari sakit penyakit murni adalah kedaulatan Tuhan. Ia tahu mana yang terbaik bagi kita dan bagi orang yang kita kasihi. Kalau ada sampai hari ini para pembaca yang masih menyalahkan Tuhan atas kematian orang yang pembaca kasihi, saya mau mengajak untuk berdoa sejenak dan melihat kembali kebaikan Tuhan selama kehidupan Anda. Setelah kepergian tersebut, Tuhan tetap melimpahkan berkat dan pemeliharaan bagi kehidupan Anda, bukan? Memang kadang rencana Tuhan tidak dapat dimengerti oleh manusia, namun, jika kita mau mendengarkan dan memperhatikan sejenak, rencana Tuhan tetaplah rencana yang terbaik.
Kedua, kematian bukan akhir segalanya. Bagi orang Kristen, kematian hanyalah awal dari kehidupan berikutnya. Orang yang sudah meninggal hanya berpindah alamat: dari dunia atau bumi menjadi ke Sorga. Enam puluh atau tujuh puluh tahun waktu kita di dunia hanyalah waktu yang sementara karena kehidupan kita yang kekal bersama dengan Allah baru akan dimulai saat kita meninggalkan dunia ini. Karena kita tahu kematian bukan akhir dari segala-galanya, kita tidak perlu sedih berlarut-larut saat ditinggal orang yang kita kasihi. Kita meyakini, bahwa suatu saat kelak nanti, kita akan bertemu kembali, bertatapan muka satu sama lain dan hidup selamanya bersama dengan Tuhan.
Dan yang ketiga, kematian adalah perpisahan orang yang hidup dengan orang yang mati. Oleh karena itu, iman kita mempercayai bahwa tidak ada hubungan lagi melalui mimpi, penglihatan, atau suara-suara yang terjadi antara kita dengan orang yang telah meninggal. Apalagi sampai melakukan ritual-ritual seperti berdoa di kubur, meminta nasihat atau tanda dari orang-orang yang sudah mati. Jangan juga kita menyembah atau memuji roh-roh orang yang sudah mati. Kita yang masih hidup, mari terus berjuang dan berupaya serta percaya kepada Tuhan.
Ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi memang perih dan sedih. Kesedihan itu wajar. Namun, mari lihat masa depan. Lihat rencana Tuhan yang begitu indah bagi kita. Dan tetap beriman kepada-Nya, karena Tuhan tahu jalan yang terbaik. Kematian bukan akhir segalanya, karena kelak kita akan bertemu dan bersama-sama lagi.
2 thoughts on “Kematian Bukan Akhir Segalanya”