Mengapa Harus Kematian
“Jadi, mengapa Yesus harus mati? Apa tidak ada jalan lain? Mengapa harus kematian?” Mengapa harus kematian yang jadi jalan pengampunan dosa? Bukankah Allah bisa mengampuni dosa tanpa kematian Yesus? Pertanyaan di atas adalah satu dari beberapa pertanyaan menyangkut inti iman Kristen. Kalau pertanyaan serupa, mengapa harus kematian yang dijalani Yesus, diarahkan kepada teman-teman, dapatkah teman-teman memberikan jawabannya? Pada artikel kali ini, ijinkan saya men-sharing-kan pendapat dan jawaban saya atas pertanyaan di atas.
Mengapa Harus Kematian?
Mengapa harus kematian yang jadi jalan pengampunan dosa? Bukankah Allah bisa mengampuni dosa tanpa kematian Yesus?
Menurut saya, kalau Allah hanya mengampuni dosa tanpa ada kematian, maka Allah juga tidak serius terhadap dosa. Lebih jauh lagi, kasih Allah adalah kasih ecek-ecekan, pengampunan yang murahan.
Mengapa saya berkata seperti itu? Ijinkan saya menjelaskannya.
Bagaimana cara untuk mengetahui sikap negara terhadap suatu tindakan kriminal? Ahli hukum memberikan jawabannya. Sikap negara terhadap suatu tindak kriminal dapat dilihat dari berapa lama hukuman atas tindak kriminal tersebut. Misalnya saja, kita bisa lihat Cina yang begitu serius memerangi korupsi. Buktinya Cina menetapkan hukuman mati bagi tersangka koruptor. Lalu juga hukuman mati bagi pengedar narkoba di beberapa negara. Ini yang menunjukkan negara tersebut serius dan benar-benar memerangi narkoba.
Jadi, kalau Allah serius memerangi masalah dosa, Allah harus memberikan hukuman mati. Tidak ada itu yang namanya sedekah atau shalat, atau hal-hal lain yang bisa menghapuskan hukuman atas dosa. Kalau Allah serius atas dosa, kematian adalah hukuman yang pantas atas dosa.
Mengapa harus kematian? Kalau Allah memberi pengampunan atas dosa tanpa adanya kematian, maka kasih Allah jadi begitu gampang dan murah. Mengapa begitu, saya akan menjelaskannya bagi teman-teman.
Seseorang yang sungguh-sungguh mencintai akan sangat terluka dan terpukul ketika dikhianati pasangannya. Dia akan sangat marah dan kecewa terhadap pasangannya. Rasa marah, kecewa, sedih, tapi juga rasa sayang semua campur aduk di dalam hati. Untuk dapat memulihkan kembali hubungan cinta itu, pihak yang dikhianati harus rela “mematikan” semua rasa marah dan bencinya. Dia harus membayar harga yang mahal untuk dapat memaafkan dan menerima kembali pasangannya. Sebaliknya jika seseorang mencintai tidak sepenuh hati, ketika dirinya dikhianati, dia tidak merasakan sedih. Justru malah dengan mudahnya menuntut pisah atau malah balik mengkhianati pasangannya.
Dari contoh di atas kita bisa belajar pula tentang kasih Allah. Begitu tinggi dan luhurnya kasih Allah bagi kita, sehingga ketika kasih itu terhalangi karena dosa manusia, Allah harus membayar harga yang mahal pula untuk pemulihan kasih. Kasih dan pengampunan yang luhur menuntut pengorbanan yang luhur pula. Sebaliknya, pengorbanan yang sepele membuktikan kasih yang ecek-ecek. Kita malah harus balik bertanya, kalau penebusan dosa hanya dengan sedekah dan shalat, maka kasih Allah sungguh amat rendah.
Mengapa harus kematian yang ditempuh Yesus? Sebab kematian menunjukkan betapa Allah serius memerangi masalah dosa. Kematian juga menunjukkan begitu tingginya kasih Allah sehingga hanya dapat ditebus oleh Allah sendiri.
Sumber Gambar : www.wallpaperswidescreen.com
Artikel dengan tema yang sama :
- Apa kata Alkitab tentang Allah adalah kasih?
- Kalau Allah adalah kasih, Yesus harus mati
- Mengapa kematian dapat membuktikan kasih Allah?
- Kalau Allah adalah kasih, Allah harus menjadi manusia