Mengapa Harus Salib?
Jalan salib. Sejak masih bersekolah di SD, kami sering mengikuti prosesi ini. Prosesi jalan salib untuk menghayati penderitaan dan apa yang dialami Yesus di masa sengsara paskah. Saya merenungkan mengenai jalan yang Allah pilih untuk menyelamatkan umat manusia. Jalan yang dipilih itu adalah jalan salib. Jalan salib sesungguhnya berlawanan dengan jalan pikiran normal kita. Tidak masuk ke dalam logika kita. Mengapa harus salib? Dan yang lebih mengherankan lagi, Allah memilihnya bukan karena Dia harus begitu, melainkan karena Dia mau begitu. Sekali lagi, jalan salib yang dipilih untuk menyelamatkan kita dari hukuman.
Mengapa Harus Salib?
Aneh bin ajaib. Mengapa? Karena menurut logika kita, manusia yang seharusnya membawa korban kepada Allah. Di masa Perjanjian Lama, orang yang berdosa atau melanggar hukum Allah, harus memberikan korban penghapus dosa berupa binatang ternak. Imam kemudian membawa persembahan itu ke mezbah untuk dipersembahkan. Namun, dalam peristiwa jalan salib justru sebaliknya, Allah membawa kurban bagi manusia. Allah mengurbankan diri sendiri, demi keselamatan Anda dan saya.
Menurut logika kita juga, orang akan memilih jalan pintas yang mudah dan singkat. Jika macet, kita pilih jalan yang lancar sehingga dapat sampai lebih cepat. Jika mengalami kesulitan, kita pilih jalan yang memberikan kemudahan. Namun, dalam peristiwa Paskah, Allah memilih jalan sulit. Jalan ini juga pahit karena harus mengorbankan anak-Nya sendiri. Di dalam kemahakuasaan Allah, Ia malah memilih untuk kematian. Mengapa harus salib? Padahal ada banyak jalan pintas lain. Yang jauh lebih enak dan gampang. Ia yang mahakuasa memilih jalan yang di luar logika kita.
Salah satu alasannya adalah karena untuk penebusan dosa, perlu ada pencurahan darah. Kita tahu, pada jaman Musa dan Bangsa Israel, jika melakukan kesalahan atau melanggar hukum Allah, maka harus ada sejumlah korban darah yang dipersembahkan. Darah Yesus harus dicurahkan untuk menebus semua dosa dan kesalahan manusia. Namun, mengapa harus salib?
Jalan-Ku bukanlah jalanmu, dan pemikiran-Ku bukan pemikiranmu. Bagi saya, jalan salib adalah jalan logika Allah yang tidak mungkin dapat diselami oleh manusia. Semakin dipikir alasannya, maka kita akan semakin bingung dan tidak mengerti. Namun
Satu pelajaran yang penting adalah bahwa kasih itu mahal. Tidak mudah. Tidak murah. Bukti nyata Allah mengasihi manusia adalah Ia harus merelakan Anak-Nya sendiri untuk mati di kayu salib. Allah bersedia membayar mahal untuk kasih-Nya kepada manusia. Ia rela mengutus anak-Nya sendiri untuk mati demi keselamatan umat manusia.
Dalam masa ini bahkan kasih telah menjadi barang murahan. Ia menjadi hanya sebatas kata-kata. Penyebab utamanya, terutama karena kasih telah menjadi tuntutan kepada orang lain, dan bukan tuntutan kepada diri sendiri. Kasih terbatas kepada apa yang harus saya terima dan bukannya apa yang harus saya berikan. Kasih kehilangan identitas sesungguhnya untuk “memberi” dan untuk “mengasihi”.
Mengapa Harus Salib? Karena Allah Berdaulat
“Bukankah Allah Maha Kuasa, mengapa Dia tidak berfirman saja untuk menyelamatkan manusia?” Itulah pertanyaan yang sering diutarakan untuk menanggapi iman kristiani yang menyebutkan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Sebelum menjawab pertanyaan itu, coba renungkan pertanyaan ini. Jika Allah Maha Kuasa, mengapa ada agama atau kepercayaan lain yang memerintahkan manusia untuk berbuat baik (amal), berbagi sedekah, atau beribadah dengan sungguh-sungguh supaya bisa masuk Sorga. Mengapa Allah tidak berfirman saja dan menyelamatkan semua manusia itu? Apakah Allahnya berbeda? Atau standarnya ganda: untuk iman kristiani harus begini, dan untuk iman atau kepercayaan lainnya begitu.
Jalan salib adalah saat Allah menuntut diri-Nya sendiri. Kalian menolak Aku, kalian membenci Aku, kalian melanggar dan mengabaikan perintah-perintah-Ku, tetapi Aku mengasihimu.Bukan kalian yang mengasihi Aku, tetapi Akulah yang mengasihi kalian. Kasih Allah adalah kasih yang sesungguhnya untuk orang lain. Kasih yang kini kita rasakan dalam peristiwa jalan salib.
Kasih yang sejati tidak mengatakan “apabila”. Kasih yang sejati mengatakan “meskipun”. Allah tidak mengasihi kita “apabila” kita melakukan ini dan itu. Yang Allah nyatakan adalah, Ia mengasihi kita “meskipun” kita melakukan ini dan itu. Maka salib kini menjadi simbol bukti kasih Allah kepada Anda dan saya. Kita, yang harusnya dihukum akibat dosa, akibat kesalahan kita, akibat ucapan dan perilaku kita yang menyakiti orang lain, kini sudah bebas dari hukuman. Mengapa harus salib? Mengapa harus melalui penyaliban? Karena Allah mau.