Revolusi Anugerah Allah
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Alkitab Perjanjian Lama tegas-tegas melarang orang-orang cacat mendekat ke kemah Tuhan Allah. Tidak hanya itu saja, kemah/ Bait Allah juga terdiri atas ruang-ruang tertentu yang membatasi manusia. Orang bukan Yahudi hanya bisa sampai balkon, di halaman luar pelataran Bait Allah. Perempuan Yahudi bisa masuk, tapi hanya bisa sampai di bagian khusus perempuan. Laki-laki Yahudi bisa duduk sampai di depan, tapi tidak boleh sampai dekat altar, tempat khusus para Imam. Kemudian di bagian dalam tempat altar berdiri, ada ruang Maha Kudus, tempat diletakkannya tabut perjanjian. Hanya sehari dalam setahun–yaitu pada Hari Pendamaian–Imam Agung masuk dan mengadakan pendamaian bagi tempat maha kudus, bagi kemah pertemuan dab bagi mezbah, juga bagi imam dan seluruh bangsa (Imamat 16:29-34). Sebelum masuk, sebuah tali akan diikatkan ke kaki Imam Agung, jika dia melakukan kesalahan dan mati, maka imam lain bisa menariknya ke luar. Semua orang tidak terkecuali para Imam pun takut masuk ke Ruang Maha Kudus, tempat Tuhan Allah bersemayam.
Anugerah Allah
Tidak ada orang, bahkan orang yang paling suci sekalipun yang bisa masuk ke ruang Maha Suci, atau akibatnya adalah mati. Arsitektur bangunan kemah Tuhan mengingatkan Bangsa Israel bahwa Allah itu berbeda, Allah itu terpisah, Allah itu kudus.
Kita bisa membandingkannya dengan penguasa negeri, katakanlah Presiden. Orang tidak bisa sembarangan datang ke Istana Presiden lalu bertemu langsung dengan Presiden. Orang mungkin harus mengantri mendaftarkan diri, menjelaskan perihal dan maksud ke staf Presiden. Barulah kalau ijin didapat, maka bisa bertemu dengan Presiden. Tapi tidak jarang orang ditolak atau ijinnya tidak turun-turun.
Kita bisa lihat bahwa untuk bertemu dengan Presiden saja, ada proses seleksi ketat dan hirarki pemerintahan. Begitulah dengan Tuhan Allah dalam Perjanjian Lama. Ada tangga hirarki yang memisahkan Allah dari umat, bukan berdasarkan kekuasaan seperti presiden, tapi “KEKUDUSAN”, “KESUCIAN”.
Sama seperti binatang-binatang yang dipisahkan haram dan tidak haram, begitulah juga dengan manusia.
“Setiap orang dari keturunanmu turun-temurun yang bercacat badannya, janganlah datang mendekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya, karena setiap orang yang bercacat badannya tidak boleh datang mendekat: orang buta, orang timpang, orang bercacat mukanya, orang yang terlalu panjang anggotanya, orang yang patah kakinya atau tangannya, orang yang berbongkol atau kerdil badannya atau yang bular matanya, orang yang berkedal atau berkurap atau yang rusak buah pelirnya” (Imamat 21:17-20).
Kesimpulannya orang yang cacat badannya dan cacat garis keturunannya gagal kualifikasi: Larangan bagi yang cacat. Wanita sehabis menstruasi, wanita yang melahirkan, seseorang yang berkedal atau berkurap, seorang yang menyentuh mayat–semuanya itu najis, cacat.
Di era kesetaraan politik masa kini, kita mungkin tidak habis pikir melihat praktek rasisme dalam Bangsa Yahudi. Pembedaan manusia berdasarkan jenis kelamin, asal muasal, bahkan keadaan tubuh. Tapi itulah adat dan aturan yang dianut penuh turun-temurun oleh orang Yahudi. Makanya tiap pagi laki-laki Yahudi memulai doa mereka dengan, “Terimakasih ya Allah yang tidak membuat saya bangsa lain, yang tidak membuat saya seorang budak, yang tidak membuat saya seorang perempuan.”
Kisah Para Rasul 10 dengan pasti menjelaskan konsekuensi adat dan aturan Yahudi itu.
“Kamu tahu, betapa kerasnya larangan bagi seorang Yahudi untuk bergaul dengan orang-orang yang bukan Yahudi atau masuk ke rumah mereka.” Petrus membuat keputusan besar setelah kalah berdebat dengan Allah di atas rumah. “Tetapi Allah telah menunjukkan kepadaku, bahwa aku tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir. Itulah sebabnya aku tidak berkeberatan ketika aku dipanggil, lalu datang ke mari” (Kisah Para Rasul 10:28-29).
Sebab sesungguhnya saat itu revolusi anugerah Allah tengah berlangsung, revolusi yang amat sulit dipahami bahkan oleh Petrus sekalipun. Kalau dahulu saat Perjanjian Lama, anugerah Allah hanya diperuntukkan bagi Bangsa Yahudi, namum setelah Yesus lahir dan berkarya di dunia, revolusi anugerah Allah terjadi. Revolusi anugerah Allah adalah juga bagi bangsa-bangsa lain. Tidak ada lagi yang namanya pembedaan suku, ras, jenis kelamin, dan lainnya. Semua orang bisa menjadi percaya dan mengikuti Allah. Semua orang turut merasakan anugerah Allah dalam keselamatan oleh Yesus Kristus.
Artikel dalam Tema yang Sama :
1. Kenapa Haram? Part 1
2. Kenapa Haram? Part 2
3. Haram dan Tidak Haram Menurut Perjanjian Baru
4. Haram : Larangan Bagi yang Cacat
5. Revolusi Anugerah Allah
6. Yesus Memulai Revolusi Anugerah Allah-Part 1
7. Yesus Memulai Revolusi Anugerah Allah-Part 2
8. Kabar Baik Bagi Dunia
9. Respons Atas Anugerah Allah Part 1
10. Respons Atas Anugerah Allah Part 2
11. Respons Atas Anugerah Allah Part 3
Sumber Gambar : BlogSpot