Tanggapan atas Keraguan Yesus Bukanlah Allah
Memang harus diakui, bahwa iman kepercayaan Kristiani yang paling mendasar (bahwa Yesus adalah Allah sendiri yang menjadi manusia) adalah ajaran agama paling tidak LOGIS dan kontroversial. Sudah banyak para pembaca mengirim melalui email atau komentar langsung kepada kami, “Tidak mungkin Yesus bisa menjadi Tuhan sekaligus manusia.” Mereka mau mengatakan Yesus bukanlah Allah. Yesus hanyalah manusia biasa, nabi yang lahir dan diutus untuk membawa ajaran tertentu.
Wah, kalau kepercayaan seperti itu cuma bergantung pada kemampuan saya, maka saya pun terus terang mungkin sulit mempercayainya. Saya mempercayainya bukan karena logika saya setuju atau berkata “YA”, melainkan karena Tuhan sendiri yang menyatakannya. Bagi saya, itulah inti IMAN yang sebenarnya. Bukan saya mengerti, karena itu saya percaya, melainkan saya percaya, karena itu saya mengerti.
Karena saya percaya bahwa Allah itu tanpa batas, maka saya bisa mengerti mengapa Dia melakukan apa yang telah Dia lakukan itu. Betapa celakanya manusia, sekiranya Allah tidak mau menjadi manusia. Betapa mengerikan kalau Allah cuma mau melakukan apa yang sesuai dengan logika atau nalar manusia.
Allah dalam Yesus Kristus, tidak hanya memperhatikan manusia atau berprihatin atas kejatuhan manusia ke dalam dosa. Ia tidak duduk santai dari sorga dan menunggu manusia berusaha memperoleh keselamatan dengan berbuat baik, beribadah, atau beramal. Yang saya tahu, sampai kapan pun perbuatan baik, ibadah, maupun amal kita tidak akan pernah bisa melunasi atau membayat semua dosa dan hukuman yang harus kita tanggung.
Allah mau “masuk” ke dalam situasi manusia. Ia adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Yesus adalah bukan hanya sebagai Allah Imanuel (Allah beserta kita), melainkan Dia adalah Firman itu sendiri yang menjadi manusia.
Saya bersyukur Dia bersedia melakukan hal-hal yang melampaui nalar sehat manusia dengan resiko, ya manusia TIDAK DAPAT MEMPERCAYAI-NYA. Misalnya, siapa–yang berdasarkan akal sehatnya–bisa percaya bahwa Allah menjadi manusia? Bagaimana caranya Allah bisa dilahirkan? Bisa mengasihi orang yang tidak pantas dikasihi? Bisa mengorbankan diri bagi kita yang sama sekali tidak pantas menerima pengorbanan?
Saya tidak dapat membayangkan bagaimana nasib saya sendiri–sesuai logika–saya diharuskan membayar semua utang dosa saya. Seberapa banyak emas? Atau kambing dan sapi? Apakah cukup 1 ekor sapi atau kambing setiap tahunnya? Apakah cukup dengan sembahyang sekian kali setiap harinya?
Saya bersyukur, karena bukan yang masuk akal itu yang terjadi, tetapi yang melampaui akal. Allah rela menjadi manusia, menjadi sepenuhnya manusia seperti saya dan teman-teman. Ibarat kita yang terperosok ke dalam jurang yang begitu dalam dan tidak berdaya lagi, Ia mau turun ke jurang itu, meraih kita, menggendong kita di bahu-Nya, dan mengangkat kita keluar. Ia bukan Allah tidak berteriak dari atas jurang menyuruh saya berbuat ini dan itu supaya saya selamat. Ia adalah Allah sekaligus manusia. Mengapa kita begitu sulit untuk mempercayai kenyataan itu?
Masih ragu bahwa Allah bisa menjadi Allah dan manusia sekaligus?
2 thoughts on “Tanggapan atas Keraguan Yesus Bukanlah Allah”