Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (19): Aek Sipoholon
Tujuan berikutnya adalah Aek Sipoholon yaitu sebuah pemandian air panas di Tarutung. Uda dan Inanguda Nikita, Tante Frida, Bapatua Cilacap, dan Kak Lisbet langsung menuju ke Medan. Sisanya, berhenti sejenak di Aek Sipoholon. Saya sendiri tidak mandi dan hanya duduk santai berbincang-bincang sambil minum segelas kopi susu. Saya juga sempat mengambil beberapa foto sebagai kenangan di Aek Sipoholon ini. Menurut Tulang Iren, tidak ada yang tahu bagaimana mata air panas ini dapat muncul di daerah Tarutung. Orang-orang kemudian langsung mendirikan pondok-pondok untuk pemandian yang dibuka umum.
Artikel ini merupakan artikel lanjutan dari Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (18)
Kami melanjutkan perjalanan menuju ke Medan. Sekitar pukul 13.40, kami sudah tiba di Balige. Di dalam mobil, saya mendengarkan cerita kehidupan Bapatua dan Mamatua Friska yang sempat tinggal di Balige tahun 1983-1985. Sewaktu itu, kak Friska—anak pertama Bapatua dan Mamatua—lahir. Kami makan bersama di sebuah restoran Chinese yang saya lupa namanya. Siang itu, kondisi udara sangat panas, mungkin karena jumlah pengunjung restoran yang lumayan banyak. Saya sendiri makan seporsi mie gomak yang dibelikan oleh Kak Friska di Pasar Balige. Sekitar pukul 14.30, kami kemudian melanjutkan perjalanan. Bapatua sempat memutarkan mobilnya sejenak untuk menunjukkan HKBP Balige tempat dahulu Bapatua melayani dan rumah yang dahulu ditinggali oleh Bapatua dan Mamatua sewaktu di Balige. Rumah itu kini sudah digantikan oleh rumah yang baru, mungkin karena gempa besar yang terjadi sekitar tahun 90-an.
Perjalanan dilanjutkan menuju ke Sigumpar dan Porsea. Keadaan macet total karena adanya Onan (pasar dadakan) Porsea. Saya, Nikita, Bang Agus, dan Kak Nova kemudian memutuskan untuk berjalan kaki. “Daripada bosen di dalam mobil,” pikir saya. Di beberapa kesempatan, kami juga berfoto bersama, hehe. Di Onan Porsea, kami sempat membeli kacang dan minuman. Sekitar pukul 16.40, kami telah naik mobil kembali. Perjalanan pun berlanjut menuju ke Medan. Di mobil, kami terus berbincang-bincang tentang banyak hal. Tentang pelayanan Bapatua, tentang kegiatan Mamatua di HKBP Yogyakarta, tentang Phaereses baru di Distrik Jabartengdiy, keluarga besar Banjarnahor, dan masih banyak lagi.
Kami telah tiba di Siantar sekitar pukul 19.30. Saya masih ingat saat-saat terakhir kami melihat Danau Toba dari Prapat. Pemandangan yang begitu indah ditawarkan di hadapan kami menjelang malam. Dan saat itu saya bersyukur dapat menghabiskan liburan ini bersama-sama dengan saudara-saudara saya. Kami kemudian berhenti sejenak untuk makan mie Siantar di sekitaran Simpang Dua Siantar. Saat makan, ternyata kami bertemu dengan rombongan papa, mama, mamatua dan kak Lita, dan juga Nandus. Kami makan bersama malam itu untuk mengisi kembali tenaga. Masih ada perjalanan ke Medan yang tersisa kira-kira tiga setengah jam lagi.
Kami makan mie dengan lahap malam itu. Rencana selanjutnya adalah menuju toko Roti Ganda, karena Kak Ika dan Bang Anto akan membeli oleh-oleh. Maka lanjutlah kami menuju Siantar. Kami berhenti persis di tempat parkir saat kami makan mie hari Minggu yang lalu. Tidak terasa kini kami sudah dalam perjalanan pulang. Cukup lama kami menunggu Kak Ika dan Bang Anto di dalam mobil. Oiya, rencananya, Naomi akan bergabung bersama-sama dengan mobil kami karena Kak Mia dan Kak Nita akan bergabung dengan mobil Tulang Iren.
Perjalanan kemudian dilanjutkan. Wah, saya begitu mengantuk. Saya harus tidur ke arah depan, karena begitu banyak roti dan barang-barang yang diletakkan di belakang. Sepanjang jalan menuju ke Medan, beberapa kali saya merasakan mobil di rem mendadak. Mungkin, Bapatua yang menyetir mobil sudah mengantuk. Di dalam hati, saya hanya berdoa sejenak. Memohon kepada Tuhan supaya Bapatua diberikan kekuatan dan supaya kami dapat tiba di Simpang Marindal, Medan tanpa kekurangan suatu apa pun. Dan akhirnya, kami tiba di Simpang Marindal, di rumah Tante Sima sekitar pukul 00.30. Perjalanan selama hampir 16 jam melewati banyak tempat akhirnya sampai ke ujungnya, yaitu Medan.
Setelah minum segelas teh hangat yang disediakan Tante Sima, saya kemudian menuju rumah Bapatua Friska yang tidak jauh dari rumah Tante Sima. Tidak sampai seratus meter. Setelah mengisi tenaga baterai dan mempersiapkan tas untuk kepulangan esok, saya kemudian tidur. Lelah rasanya hampir seharian duduk di mobil. Badan harus segera direbahkan dan tenaga harus segera diisi untuk perjalanan esok.