Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga, part 12
Suasana malam kemarin sempat memanas. Terjadi perselisihan antara Tulang Palar dan Tante Sima, yang kemudian menyulut rasa tegang kepada yang lainnya. Suasana malam itu menjadi kurang bersahabat bagi para orangtua. Suasana kebersamaan yang harusnya terwujud di dalam pertemuan kali ini rasanya pergi menjauh karena perselisihan ini. Mungkin inilah namanya hubungan saudara, kadang menjauh, namun selalu mendekat. Hidup bersaudara adalah hidup yang ribut-rukun. Satu hari kita akan ribut namun di hari esok kita kembali rukun. Itulah namanya keluarga. Keluarga tidak akan dapat dipisahkan oleh apa pun, karena hubungan saudara tidak akan dipisahkan.
Namun, perjalanan ke Bakkara tetap harus dilakukan. Bersama dengan Papa, Tulang Palar, Nantulang Palar, Sarah, Alex, Kak Iren, dan Tante Tiong, mobil kami menempuh perjalanan dari Medan ke Bakkara. Mama, Bapatua dan Mamatua Friska sendiri sudah tiba di Bakara karena sudah melakukan perjalanan terlebih dahulu kemarin. Perjalanan berlangsung dengan lancar, kami menempuh jalan lintas Sumatera dari Medan, Lubuk Pakam, Perbaungan, Tebing Tinggi, kemudian tiba di Siantar. Tiba di Siantar sekitar pukul 06.30, kami kemudian sarapan bersama di Bakmi Awai. Sungguh enak rasanya mie pangsit Siantar yang terkenal. Begitu terkenalnya mie di kota ini, sehingga sejak pagi hari, restoran-restoran sudah penuh dengan pengunjung.
Sekitar pukul 08.00, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Bakara. Dari Siantar, kami melalui Parapat. Dari pinggir jalan di daerah Parapat, Danau Toba sudah terlihat. Begitu indah dan menawan, sedap dipandang mata. Kami berhenti sejenak di pinggir jalan, sambil membeli minuman dan makanan kecil. Perjalanan kemudian dilanjutkan menyusuri pinggir Danau Toba, melewati Porsea, Laguboti, Silaen, dan tiba di Balige. Kami kemudian makan bersama di Tarabunga Village. Menu santap ikan bakar, capcay, cah kangkung menemani makan siang saya beserta jus terong belanda yang menyegarkan. Kami juga sempat berfoto bersama di restoran itu, tepat di pinggir Danau Toba yang begitu menyenangkan.
Makan siang selama hampir 2 jam berakhir sekitar pukul 14.00. Kami kemudian melanjutkan perjalanan melalui Siborong-borong, Lintongnihuta, ke arah Dolok Sanggul, kemudian menuju ke Lembah Bakara. Perjalanan menuruni tebing-tebing terjal menuju Lembah Bakara sekarang jauh lebih lancar dan aman. Saya teringat masa 12 tahun yang lalu, di mana perjalanan ke Bakara cukup memacu adrenalin. Tebing curam dan tebing batuan tinggi mengapit jalan yang harus ditempuh. Lengah sedikit saja, mungkin kita akan terjatuh ke bawah puluhan meter yang pastilah amat berbahaya. Kini, sudah banyak tembok-tembok yang dibangun di tikungan-tikungan dan pagar pembatas sepanjang jalan yang menemani perjalanan menuju lembah terindah di Sumatera Utara. Dari kejauhan, lembah Bakara begitu indah. Pemandangan yang selama ini saya lihat hanya melalui internet dan kalender, kini terlihat begitu jelas di depan mata. Sungguh indahnya. Warna hijau mendominasi, dengan warna biru Danau Toba berada di ujung pandangan.
Kami adalah rombongan terakhir yang tiba di Bakara. Tiba sekitar pukul 16.30, kami disambut oleh banyak saudara. Wow, ramai sekali rumah Ompung yang kini ditinggali oleh Tulang Hisar. Keluarga Bapatua Holong kemudian menyusul dan memastikan seluruh keluarga besar Banjarnahor telah tiba di rumah ini. Suasana hangat yang membuat saya begitu bersyukur kepada Tuhan. Bertemu dengan seluruh tulang dan nantulang, mamatua dan bapatua, uda dan inanguda, kakak dan adik sepupu yang kini berada di sekitar saya.
Suasana rumah yang kembali terngiang di dalam pikiran saya ketika mengunjungi rumah ini 12 tahun yang lalu. Rumah dengan dinding kayu tepat di pinggir Danau Toba tetap memiliki nilai historis yang tidak terlupakan, apalagi bagi seluruh keluarga Ompung Jiorutte. Dan kini, di sebuah kesempatan ini, saya memperoleh kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang mungkin tidak dapat saya lukiskan dengan kata-kata seindah apa pun.