Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (3)
Lanjutan dari Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (2)
Kami tiba di rumah Tulang Iren sekitar jam setengah 8. Hanya ada Tulang dan Nantulang Iren saat itu di rumah. Kata tulang, semua sedang ada di salon untuk berdandan. Kak Mia, Kak Mita, Elisa, dan Mamatua juga kemudian menyusul ke salon berbarengan dengan pulangnya Kak Lita. Suasana waktu itu menjadi riuh rendah, ada yang saling memanggil dan menjawab, ada juga yang berteriak. Tetapi dibalik semuanya itu, saya tersenyum di dalam hati melihat suasana ini. Suasana di mana semua keluarga berkumpul bersama dan saling membutuhkan.
Waktu berlalu dengan cepat. Mama dan Papa beserta Mamatua Silaban dan Tante Sima tiba di rumah tulang. Mama juga membawakan kemeja dan celana yang akan saya pakai. Dengan segera, saya memakai setelan yang mama bawa di tengah perbincangan ringan sambil menunggu keberangkatan menuju ke gereja.
Pukul 08.50, kami berangkat menuju ke gereja Santa Anna untuk mengikuti acara pemberkatan pernikahan Bang Hendra dan Kak Esther. Saudara-saudara perempuan saya ditinggal karena harus mempersiapkan penampilan dengan berdandan dan juga memakai kostum yang sudah disediakan. Menginjakkan kaki di Gereja Santa Anna sendiri membawa saya kepada kenangan di masa kecil saya sewaktu masih bersekolah di SD Strada Bhakti Wiyata. Sewaktu itu, adik saya dan saya juga sering mengunjungi Gereja Santo Mikael–yang berada di kawasan sekolah–untuk beribadah bersama dengan teman-teman. Arsitektur gereja Santo Mikael dan Santa Anna tidak berbeda jauh, karena sama-sama merupakan Gereja Katolik dan berada pada lingkungan sekolah.
Acara ibadah berlangsung dengan lancar. Ada beberapa nyanyian, prosesi-prosesi pernikahan, seperti pengucapan janji kedua mempelai, homili atau khotbah mengenai kasih, dan juga prosesi tukar cincin. Menjelang akhir ibadah pemberkatan, keluarga besar Banjarnahor telah berkumpul semuanya di gereja. Nantulang Jio, Kak Jio, Kak Vidi, dan Nandus telah tiba. Begitu pula dengan Uda Natan, Tante Frida, Natan, dan Morgan. Rasa-rasanya momen seperti ini baru kali ini saya rasakan selama hidup saya.
Setelah ibadah pemberkatan selesai diadakan. Diadakan foto bersama keluarga dengan kedua mempelai. Kami berbaris rapi dan mengabadikan momen indah ini sebagai sebuah perwujudan akan kesatuan keluarga ini. Senang rasanya. Kami langsung melanjutkan perjalanan menuju ke tempat resepsi pernikahan di Nahason, Jatiasih. Perjalanan sempat terganggu karena kami terpisah satu sama lain. Sempat menunggu Bapatua Holong di pintu masuk tol, akhirnya kami dapat tiba di tempat resepsi dengan selamat.
Gedung yang cukup besar. Dengan lahan parkir yang cukup luas, layaknya tempat ini memang dirasakan pas untuk pernikahan anak laki-laki pertama bapatua dan mamatuaku ini. Kami semua telah tiba sekitar pukul 12.30. Keluarga Banjarnahor (sebagai tulang) masuk ke dalam ruangan pada giliran terakhir, dan memberikan kami banyak waktu untuk bercengkerama bersama dan mengambil beberapa foto. Keluarga ini juga memperoleh kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman lama di kampung dahulu. Mama juga memperkenalkan seorang perempuan yang dulu menjadi teman bermain mama di Bakara.
Kira-kira jam setengah dua, keluarga Banjarnahor dipanggil pembawa acara untuk masuk ke dalam ruangan. Mamatua dan Bapatua Sihite menjemput dari depan pintu masuk dengan membawakan tarian-tarian khas yang merupakan adat menyambut kedatangan tulang si pengantin. Dua meja besar disiapkan untuk keluarga Banjarnahor lengkap dengan berbagai makanan yang sudah disediakan. Saya dan saudara-saudara yang lain juga langsung duduk dan mulai makan.