Allah Hadir di Tengah-Tengah Keluarga (7): Menonton Film Madagaskar
Kisah ini kembali berlanjut. Tulisan terakhir saya mengenai Allah hadir di tengah-tengah keluarga di Bulan April lalu kembali melintas di dalam pikiran saya di tengah-tengah kebersamaan saya dengan Kak Lita dalam sebuah taksi menuju Pasific Place. Sebuah kisah yang akan berlanjut–setidaknya di dalam tulisan saya kali ini.
Siang itu hari Kamis, Kak Lita menelepon ke rumah untuk menanyakan jadwal saya untuk keesokan hari. Rencananya memang saya akan membaca buku di Gramedia Matraman, kemudian foto rontgen geraham belakang di laboratorium bersama mama, kemudian menuju ke tempat praktik dokter gigi di daerah Rawamangun. Jadwal yang sudah disusun sedemikian rupa, sehingga dalam sehari saya dapat melakukan beberapa hal sekaligus. Siang itu kak Lita mengajak saya untuk menonton bersama dengan Kak Iren, Kak Friska, Bang Niko, dan Naomi. Saya langsung mengiyakan, berhubung rencana nonton ini berlangsung pada malam hari. Rencananya, dari tempat praktik dokter gigi kami akan bertemu bersama.
Waktu berlalu dengan cepat. Berangkat sekitar pukul setengah dua belas, saya membaca buku di Kalam Hidup. Beberapa buku dan hiasan saya beli sekaligus melepaskan rindu saya terhadap toko buku yang memiliki sejarah kental di dalam kehidupan saya. Perjalanan saya lanjutkan menuju ke Gramedia Matraman. Sekitar pukul 15.30, saya meninggalkan toko buku ini menuju ke Lab. Prodia dengan membawa satu buku mengenai Technopreneur. Semua berlangsung dengan lancar, geraham belakang saya difoto dan kami menunggu hasilnya selama kurang lebih lima belas menit. Singkat cerita, kami sudah tiba di rumah dokter gigi dan berkonsultasi mengenai geraham belakang saya dan segala rencana untuk tindakan selanjutnya.
Kami kemudian berpisah, mama pulang ke rumah, sementara saya melanjutkan perjalanan menuju ke kantor Kak Lita melalui Kampung Melayu. Saya tiba sekitar pukul 18.45 dan menemukan Kak Lita sedang duduk dan berbincang-bincang dengan penjual asongan di depan komplek gedung tempatnya bekerja. Kak Lita terlihat cukup lelah saat itu, setidaknya itu yang saya lihat dari raut mukanya. Namun, kami bersukacita saat bertemu dan saling menanyakan kabar. Ia juga menyampaikan bahwa hari itu kami akan makan bersama, nonton, kemudian pulang dan menginap di rumah Tulang Iren. Pikiran saya terlontar saat itu ke masa empat bulan lalu, di saaat kami sekeluarga besar berkumpul bersama di rumah. Setelah bertemu dengan Kak Iren di tengah perjalanan, kami kemudian bersama-sama menuju ke Pasific Place, sebuah pusat perbelanjaan yang akan saya kunjungi untuk pertama kalinya.
Naomi dan Bang Niko ternyata sudah sampai sejak tadi. Bertemu bersama, kami langsung menuju ke Panhouse. Duduk bersama di dalam satu meja besar, saya kembali tersadar betapa besarnya kasih Allah di dalam kehidupan saya. Setelah memilih menu makanan masing-masing kami kemudian bersama-sama berdoa, doa yang waktu itu dipimpin oleh Kak Iren. Menu sup jamur dan manggo soda menemani perut saya malam itu. Makanan-minuman yang baru pertama kali saya nikmati. Kami makan sambil menunggu pukul 21.30, jadwal menonton kami di Blitz Megaplex. Di sela-sela makan, kami juga berbincang-bincang ringan mengenai keadaan masing-masing kami. Kak Iren yang memulai pekerjaan baru, yang mengharuskannya untuk mengunjungi rumah-rumah sakit. Bang Niko yang baru saja mengunjungi Bandung bersama dengan teman-temannya. Naomi yang baru saja mengikuti ujian SNMPTN namun diam saja malam itu. Begitu pula saya dan Kak Lita.
Kami selesai makan sekitar pukul 20.45. Selanjutnya kami menuju ke bioskop yang terletak satu lantai di atas restoran Panhouse tersebut. Setelah menukarkan tiket on-line yang telah dipesan oleh Kak Lita sebelumnya, kami duduk bersama menunggu masuk ke teater. Kak Friska kemudian datang dan bergabung bersama dengan kami. Malam itu, kami menonton Film Madagaskar 3: Escape from Africa, sebuah film yang bagi adalah sebuah film yang begitu menghibur namun juga sarat makna.
Menonton film dan tertawa bersama selama hampir dua jam, kami kemudian meninggalkan Pasific Place menuju ke rumah Tulang Iren dengan menggunakan taksi. Sebuah hari yang indah dan begitu menyenangkan, yang sesaat membuat saya terlena dan bergumam di dalam hati, “Terima kasih Tuhan Yesus untuk hari ini.”