Mobil dan Keluarga Kami
Dua kali saya pulang ke Indonesia, pada 9 Maret 2012 dan 19 Februari 2013. Kali pertama pulang, saya hanya berlibur selama 22 hari saja, namun untuk yang kedua kali, saya bisa berlibur hingga 30 hari. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan kali ini. Saya ingin bercerita pengalaman ketika saya tiba di Bandara Soekarno Hatta menuju ke rumah. Cerita tentang mobil dan keluarga kami.
Dua kali pulang, dua kali saya lewat terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Itu karena saya menggunakan pesawat Air Asia, Tokyo-Jakarta. Jam 11 siang, jam makan siang, tidak berubah. Dan tetap papa yang menjemput tidak berubah, sebab mama masih bekerja, dan abang ada di Bandung. Dua kali pula saya bisa naik mobil avanza kami. Ya, kali ini saya merangkum kembali ingatan saya akan mobil, pergumulan dan berkat Tuhan. Cerita tentang mobil dan keluarga kami.
Mobil dan Keluarga Kami
Tanggal 10 November 1997, hari itu adalah hari pertama saya dan abang pergi sekolah naik becak. Biasanya kami naik mobil diantar papa ke sekolah, tapi tidak bisa lagi. Sebab mobil daihatsu zebra itu telah dijual Papa. Padahal dulu saya dan abang sering ikut ke acara-acara naik mobil. Pergi ke arisan dan acara orang Batak. Namun sejak saat itu, aktivitas kami jadi terbatas. Saya dan Abang jadi lebih sering tinggal di rumah berdua kalau Mama dan Papa pergi pesta. Kalaupun mesti ikut, kami harus naik angkutan umum, pindah ke sana ke sini. Itu adalah ingatan pertama saya tentang mobil.
Ketika SMP dan SMA, saat hujan deras, saya dan abang berharap akan adanya mobil yang dapat mengantar kami ke sekolah sehingga tidak kebasahan. Ketika kami harus diantar dengan menggunakan motor, kami harus memakai jaket hujan, sepatu dan kaos kaki harus dilepas, dan kadang celana kami kotor karena terkena cipratan becekan. Kami juga harus menutup sepatu dengan plastik kresek agar tidak kebasahan.
Lebih dari itu, mobil dirasa amat dibutuhkan ketika kami harus mengikuti acara Perkemahan Pramuka saat SMP. Waktu itu karena bawa banyak barang, mama harus mengantar hingga ke sekolah. Saya juga masih ingat ketika saya dan abang harus membawa tongkat pramuka dan naik kendaraan umum. Saat naik koasi kami meletakkan tongkat itu di lantai koasi dan permisi ketika harus turun. Saat di metromini pun, kami harus hati-hati memegang tongkatnya supaya tidak jatuh dan terlepas.
Ada juga acara Graduation Day saat SMP dan SMA yang seakan “memaksa” kami untuk memiliki mobil. Saat Graduation SMP, kami naik taksi, sedangkan saat Graduation SMA, kami meminjam mobil tulang Maru. Saat pergi mendaftar di Universitas Indonesia, saya menumpang mobilnya Johannes. Abang, mama, dan papa juga meminjam mobil Uda Natan saat mendaftar di ITB.
Di luar itu, masih banyak kegiatan seperti menghadiri acara Tahun Baru, Natal, Paskah di tempat-tempat yang agak jauh. Mobil yang biasa kami tumpangi dari gereja kadang terasa amat penuh, dan kami berharap, seandainya kami punya mobil. Ketika ada kerabat yang meninggal atau sakit mama juga sering mengutarakan keinginan untuk memiliki sebuah mobil untuk mengakomodir teman-teman lain yang ingin menjenguk atau melayat bersama.
Hingga saat mengantar saya ke Bandara Soekarno Hatta sebelum pergi ke Jepang, mobil yang dipakai pun mobil Tulang Maru. Sebab tidak mungkin membawa barang-barang yang banyak tanpa mobil. Inilah ingatan saya terakhir sebelum kami punya mobil.
Tapi Puji Tuhan, di bulan Januari 2011, 4 bulan setelah di Jepang, Tuhan memberikan kami mobil baru. Mobil avanza hitam baru diparkir di garasi kosong depan rumah. Inilah kisah awal mobil dan keluarga kami. Papa dan Mama lebih mudah ketika harus menghadiri acara-acara, mudah juga ketika ingin pergi ke persekutuan dengan anggota FA. Papa dan mama juga gampang ketika ingin mengunjungi abang ke Bandung. Papa pun mudah ketika menjemput saya di bandara. Dan masih banyak kemudahan-kemudahan lainnya sebab mobil tersebut.
Sekali lagi saya diingatkan akan kebaikan Tuhan dalam kehidupan saya, kali ini lewat mobil. Tuhan begitu mengerti dengan detail setiap keperluan kita. Meskipun kita sering tidak sabar dan kecewa karena Tuhan lambat bertindak, tapi toh waktu Tuhan adalah waktu yang terbaik. Pemberian terbaik, di tempat terbaik, pada waktu terbaik. Itu yang saya percayai. Demikianlah cerita mobil dan keluarga kami.
sumber gambar: blogspot