Peranan Ayah Hans Christian Andersen
Tidak banyak kisah mengenai ayah dari Hans Christian Andersen. Seseorang dengan pengaruh yang begitu luas pada masa kini. Bahkan mungkin tidak ada yang mencatat riwayat hidup seorang tukang sepatu rendahan itu. Namun, ia telah sukses besar. Ia telah mengijinkan anaknya menggapai cita-cita besarnya. Ia sukses bukan karena ia mempunyai uang banyak dan jabatan yang tinggi. Ia sukses karena Ia mempersiapkan anaknya semaksimal mungkin. Ia sukses karena Ia berhasil membuat anaknya menjadi orang yang sukses.
Peranan Ayah
Tidak dapat dipungkiri, peranan seorang ayah nyata-nyatanya memang sangat penting di dalam kehidupan seorang anak. Kesuksesan Hans Christian Andersen tidak dapat lepas dari peran ayahnya selama ia masih kecil. Meskipun bukan orang terpelajar dan punya banyak uang, ayah Andersen telah meletakkan fondasi hidup yang kokoh dalam kehidupan Andersen. Setidaknya ada tiga hal yang dapat kita teladani dari kisah ini.
Pertama, sosok ayah harus memberikan waktu kepada anaknya sesibuk apapun dia. Tidak perlu hingga berjam-jam menemani anak belajar, ayah dapat berbicara 10 menit. Bagaimana kegiatan sekolah tadi pagi? Atau tadi asyik yah main sama temen-temen, main apa tadi? Ayah yang baik tidak mungkin langsung ke kamar dan tidur tanpa melihat keadaan sang anak. Ayah Andersen membuktikan bahwa walaupun ia hanya tukang sepatu, ia sering membacakan puisi kepada Andersen. Bahkan, ia juga mengajari membuat berbagai mainan dan boneka. Artinya apa? Ayah Andersen telah fondasi mengenai seni dan sastra dengan membacakan puisi dan cerita. Melalui boneka dan mainan yang dibuat bersama-sama juga, ia mengajari Andersen untuk berkarya, berinovasi, dan berkreasi secara bebas.
Ayah memberikan kebebasan dan tanggung jawab secara bersama-sama. Ayah yang baik tidak akan pernah memberikan kebebasan bagi anaknya untuk melakukan apapun sesuka hatinya. Tidak pernah dimarahi bahkan dihukum. Alasannya, karena saya menyayangi dia. Menyayangi anak bukan berarti tidak menghukum atau meniadakan hukuman. Ayah yang baik akan memberikan kebebasan bersama dengan tanggung jawab. Anak boleh melakukan apa saja, namun ia harus bertanggung jawab. Anak mau mengambil les sepakbola, maka seharusnya ia mau sungguh-sungguh berlatih. Anak mau bermain bersama teman-teman, ayah mengingatkan untuk tidak lupa mengerjakan tugas dan pulang sebelum malam. Dapat kita lihat, Andersen remaja berangkat ke kota Copenhagen untuk mengadu nasib. Ayahnya membebaskan Andersen untuk mengejar cita-citanya, namun ia juga membebani Andersen untuk bertanggung jawab atas hidupnya. Andersen harus mencari uang sendiri untuk menyambung hidupnya.
Dan terakhir, ayah menanamkan sikap pantang menyerah kepada anaknya. Tidak mungkin teladan ini muncul dari seorang ayah yang kerap menggerutu dalam mengerjakan sesuatu. Ayah harus memberikan teladan dengan terus berjuang dalam segala pekerjaan yang ia lakukan. Menjadi tukang sepatu, jadilah tukang sepatu yang terbaik. Jadi direktur, jadilah direktur yang sungguh-sungguh dan tidak korupsi. Sikap untuk terus berjuang dan tidak mudah menyerah sebenarnya adalah warisan terbesar seorang ayah kepada anaknya. Dunia akan semakin kejam dan jahat, namun semangat dan rasa ingin terus berjuang akan memberikan seorang anak keberanian untuk menghadapi semuanya.
Jadi, jangan beranggapan bahwa warisan yang baik adalah segepok uang, jabatan, atau perusahaan. Berikan warisan yang bersifat kekal kepada anak! Berikan ia rasa peduli dan kreativitas, bertanggung jawab, dan sikap pantang menyerah. Itulah yang menjadi warisan yang terbaik.
Ayah Hans Christian Andersen hendaknya menjadi contoh bagi siapapun Anda hari ini. Baik Anda yang sudah menjadi seorang ayah, ataupun yang kelak akan menjadi seorang ayah di masa mendatang. Anakmu adalah pemberian Tuhan, jangan pernah engkau sia-siakan dengan keegoisanmu dalam mengejar karir. Lakukanlah ia seperti sebuah harta berharga yang harus dijaga dan dirawat agar suatu saat kelak ia dapat melesat kencang bagaikan roket menuju semua hal yang ia cita-citakan.
Karya Hans Christian Andersen
- The Angel (1843)
- The Bell (1845)
- The Emperor’s New Clothes (1837)
- The Galoshes of Fortune (1838)
- The Fir Tree (1844)
- The Happy Family (1847)
- The Ice-Maiden (1861)
- It’s Quite True! (1852)
- The Little Match Girl (1848)
- The Little Mermaid (1836)
- Little Tuck (1847)
- The Nightingale (1843)
- The Old House (1847)
- Sandman (1841)
- The Princess and the Pea (1835; also known as The Real Princess)
- Several Things (1837)
- The Red Shoes (1845)
- The Shadow (1847)
- The Shepherdess and the Chimney Sweep (1845)
- The Snow Queen (1844)
- The Steadfast Tin Soldier (1838)
- The Story of a Mother (1847)
- The Swineherd (1841)
- Thumbelina (1835)
- The Tinderbox (1835)
- The Ugly Duckling (1844)
- The Wild Swans (1838)
Recommended for you
Baca Halaman Selanjutnya 1 2