Terima Kasih untuk Cinta
Saat tangan kecilku mulai terbuka
Dan mata ini memandang dunia
Kurasakan belaian kasih tiada batasnya
Diiringi tawa penuh cinta
Saat kaki ku mulai melangkah
Ku lihat harapan di wajahmu
Harapan yg terbaik untuk diriku
Doamu dinaikkan
Dan setiap saat namaku disebut
Terima kasih untuk cinta
Terima kasih ‘tuk k’luarga yang indah
Ku temukan kasih Tuhan dalam Papa Mama
Setiap hari ku bersyukur
Pada Tuhan ‘tuk k’luarga yang indah
Papa Mama engkau yang terbaik
Terima Kasih untuk Cinta
Lagu itu mengalun lembut di Sekolah Minggu HKBP Bandung Riau Martadinata minggu pagi itu. Saya cukup terkejut karena anak-anak sekolah minggu yang masih kecil begitu semangat untuk menyanyikannya. Lagu semakin terasa menyentuh dengan permainan organ yang lembut mengalun beserta petikan gitar. Beberapa orangtua yang juga berdiri di sekitar lapangan juga terdiam sejenak dan menikmati lagu itu. Lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak mereka sendiri nyatanya menjadi sebuah hadiah yang indah bagi mereka di tengah-tengah masalah atau tantangan yang dihadapi kini.
Memang selepas ibadah pagi, saya selalu menyempatkan untuk menuju ke belakang gereja tempat ibadah Sekolah Minggu diadakan. Saya senang saat bisa melihat anak-anak yang masih kecil ini sudah mendengarkan kebaikan Tuhan dan belajar mengenal Tuhan. Oiya, sebenarnya mulai tahun ini, suasana lapangan belakang gereja memang lebih ramai, karena ibadah sekolah minggu disatukan untuk semua wilayah (Wijk) yang ada di HKBP Bandung Riau Martadinata. Sebelum tahun 2014, ibadah sekolah minggu diadakan di dua tempat, wilayah di sekitar gereja di Ruang Konsistori Gereja pukul 07.00 sedangkan untuk wilayah yang cukup jauh, seperti Sarijadi, Cipaku, dan Setiabudi, diadakan di gedung yang disewa oleh gereja sejak pukul 08.00. Tahun ini, kebijakan diubah dengan menyatukan ibadah sekolah minggu. Minggu pagi terasa lebih ramai dan semarak, dengan teriakan dan nyanyian anak-anak itu.
Jadi, lagu “Terima Kasih untuk Cinta” itu mengingatkan saya akan papa dan mama yang berada di tempat yang jauh. Saya di Bandung. Mereka di Bekasi. Adik juga di Jepang. Kami terpisah ruang dan waktu. Lirik yang sederhana membuat hati saya terhenyak sebentar. Terhenyak karena memang benar begitu besarnya kasih yang diberikan oleh papa dan mama kepada kami anak-anaknya semenjak kami kecil, bahkan saat baru lahir. Rasanya ucapan “terima kasih” tidak akan pernah cukup untuk membalas semua kebaikan itu, namun nyatanya mungkin hanya itu yang bisa saya berikan kepada kedua orangtua saya. Namun, mama selalu berujar, “Ya itulah orangtua. Selalu berupaya yang terbaik kepada anaknya. Kalian juga, lakukan yang sama bahkan lebih kepada anak-anak kalian nanti.”
Sejak kecil papa dan mama selalu berusaha untuk memperkenalkan kami kepada Tuhan. Mama dan Papa membawa kami ke sekolah minggu, memegangi tangan kami agar ikut bertepuk tangan dan mengajak untuk menyanyikan lagu. Kami juga diajari untuk berdoa dan membaca Firman Tuhan. Lebih dari itu, sejak kecil kami juga sudah dilibatkan untuk turut mendoakan masalah atau pergumulan yang dihadapi oleh papa dan mama bahkan keluarga besar.
Hari terus berlalu. Seluruh tingkatan pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, dan SMU, serta perkuliahan sudah kami lalui. Papa dan mama selalu mengupayakan sekolah-sekolah yang terbaik di tiap jenjang pendidikan tersebut. Meskipun ada masalah ekonomi yang dihadapi di tahun 1998, namun nyatanya Tuhan tetap memelihara dan melindungi keluarga kami. Saya dan adik lulus dengan nilai terbaik semasa SD, kemudian dapat melanjutkan sekolah ke SMP Kanisius. Dengan perjuangan yang berat menempuh perjalanan ke sekolah saat itu mental kami dilatih untuk menjadi orang yang tangguh. Semasa itu, kami harus berhemat makan karena harus membayar cicilan komputer, cicilan uang masuk SMP, dan juga untuk uang les Bahasa Inggris. Namun, semua berhasil dilalui dengan baik. Sangat baik.
Hari-hari yang penuh perjuangan perlahan-lahan berlalu. Semasa SMA, kami dapat menghemat waktu perjalanan karena papa mengantarkan kami menggunakan motor. Waktu 35 menit saat naik angkutan umum dapat dipangkas menjadi hanya 15 menit. Kami tidak lagi mengejar-ngejar waktu karena takut terlambat. Dan hingga kini, jalan I Gusti Ngurah Rai dan ruas jalan sepanjang BKT menjadi saksi bisu perjuangan kami.
Saya bersyukur di perkuliahan ini, pekerjaan papa dan mama juga semakin diberkati oleh Tuhan. Papa dan mama juga tetap diberikan kesehatan oleh Tuhan hari lepas hari. Kini, papa dan mama terlibat aktif di beberapa perkumpulan, seperti Ompu Datu Lobi (Keluarga Besar Sihombing se-Jabodetabek) juga di Parsahutaon di lingkungan rumah. Tepat rasanya karena kini mereka mempunyai lebih banyak waktu, ketimbang dahulu ketika harus mempersiapkan sarapan dan bekal setiap pagi atau memasak dan mencuci pakaian di sore hari.
Terima kasih untuk Tuhan Yesus.
Terima kasih untuk papa dan mama.
Terima kasih untuk segala daya dan teladan, untuk segala dana dan semangat yang sudah diberikan kepada kami anak-anak kalian. Sungguhpun sampai kapanpun kami tidak dapat membalas semuanya itu. Dan menjelang Ulang Tahun Pernikahan Papa dan Mama yang ke-27 tahun ini saya tetap berdoa selalu ada Tuhan Yesus di dalam kehidupan keluarga kita. Selalu ada kasih Tuhan Yesus yang dapat kita pancarkan kepada saudara dan orang-orang yang berada di sekitar kita.
Ijinkanlah saya menutup tulisan ini dengan reffrein lagu Terima Kasih untuk Cinta. Kata-kata sederhana namun begitu baik menggambarkan ucapan syukur adik dan saya untuk setiap kebaikan papa dan mama. Sebuah lagu yang ingin sekali saya nyanyikan bersama dengan adik suatu saat nanti.
Terima kasih untuk cinta
Terima kasih ‘tuk k’luarga yang indah
Ku temukan kasih Tuhan dalam Papa Mama
Setiap hari ku bersyukur
Pada Tuhan ‘tuk k’luarga yang indah
Papa Mama engkau yang terbaik
Video Youtube Terima Kasih untuk Cinta
Link Video : Lagu Terima Kasih Untuk Cinta