Tiap Keluarga Ada Salibnya
Dalam dua minggu ini, dua orang sahabat saya kembali ke tanah air Indonesia. Yang pertama, adalah seorang kakak Stella boru Sihombing juga yang meninggalkan profesi sebagai perawat dan kembali ke rumah di Jakarta setelah 4 tahun di Jepang. Seorang lagi adalah abang bermarga Sibagariang yang pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan program kenshuusei atau pemagangan selama 3 tahun di Jepang. Saya merasa beruntung sekali bisa mengenal dan curhat bersama mereka selama ini. Artikel kali ini saya fokuskan kepada kedua orang yang saya kasihi ini.
Kak Stella, begitu saya memanggilnya tiba-tiba memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Padahal saat bertemu bulan April lalu, kakak ini sedang happy-happy-nya. Sang suami katanya sudah mendapatkan visa dan bisa datang berkunjung ke Jepang untuk liburan. Kak Stella kemudian juga berkata bahwa suaminya sudah setuju hendak bekerja di Jepang, mengingat Kak Stella sudah mendapatkan ijin permanen untuk bekerja sebagai perawat. Beberapa kali kak Stella meminta saya untuk mengecek harga tiket pesawat yang termurah agar sang suami bisa datang kembali ke Jepang.
Namun semuanya berubah drastis. Bulan Mei tanggal 16, saya ingat betul ketika baru sampai rumah setelah berbelanja sepulang dari kampus, Pak Yustinus (Pendeta di Gereja di Tokyo) menelepon supaya mencarikan tiket pesawat ke Indonesia. Saya pun segera mencari tiket yang termurah untuk kepergian esok hari, yakni hari Sabtu untuk Kak Stella. Kak Stella sendiri kemudian menelepon untuk memberikan beberapa informasi yang diperlukan. Segalanya berjalan begitu cepat, dan saya baru tahu keesokan harinya kalau mamanya Kak Stella telah dipanggil Tuhan setelah dirawat menderita sakit kanker.
Kak Stella kemudian pulang untuk menghadiri pemakaman mamanya dan kembali seminggu setelahnya. Semenjak saat itulah Kak Stella terlihat ragu atas rencana yang telah disusunnya. Dan akhirnya, Kak Stella mengundurkan diri dari rumah sakit di Jepang, dan memutuskan untuk kembali ke Indonesia, untuk merawat dan menemani Papanya yang tua dan sendiri. Sang suami pun setuju dan telah mencari rumah yang dekat, sehingga bisa mengunjungi Papa Kak Stella dengan mudah. Kak Stella meninggalkan semua pekerjaannya yang telah mapan di Tokyo, merapikan seluruh barang, dan kembali tanggal 30 Juni yang lalu.
Satu kisah lagi dari sahabat saya Erwin Sibagariang. Minggu lalu, dalam kesaksiannya di Gereja dia menceritakan kisah pengalamannya sebelum pergi ke Jepang. Kisah yang sudah pernah saya dengar ketika kami bercengkrama kala Retreat di bulan Mei dua tahun sebelumnya. Dia bercerita bahwa sebenarnya dia ingin sekali melanjutkan pendidikan ke universitas. Namun, karena orangtuanya di Bengkulu tidak punya biaya cukup, akhirnya dia memilih untuk mengikuti program magang di Jepang. Sambil bekerja, sambil mengumpulkan uang, begitu pikirnya.
Dan tiga tahun telah berlalu, program magang tiga tahun pun selesai. Dia mesti pulang bersama delapan orang lain ke Indonesia hari ini tanggal 10 Juli. Dia bersyukur bisa menghemat, sehingga ada cukup uang untuk melanjutkan pendidikan ke universitas. Berulang kali dia curhat kepada saya mengenai universitas yang bagus. Saya hanya bisa menganjurkan universitas swasta, mengingat dia sudah lulus SMA tiga tahun yang lalu. Tapi meskipun begitu dia tetap semangat untuk belajar dan ikut ujian supaya bisa berkuliah.
Saya berkesempatan menjadi penerjemah di Gereja ketika Kak Stella dan Erwin bersaksi di depan. Jadilah saya mendengarkan kisah mereka sambil juga langsung menerjemahkannya ke dalam bahasa Jepang. Dan saya merasa harus menulis tentang kisah mereka ini.
Recommended for you
Baca Halaman Selanjutnya 1 2