Budaya Mengantri yang Tidak Pudar
Satu hal lagi yang membuat saya kagum terhadap Jepang. Selain kekuatan dan ketabahan para rakyatnya dalam menghadapi 3 bencana sekaligus (gempa bumi, tsunami, dan ketakutan kebocoran nuklir), saya terpukau dengan sikap mereka. Sikap yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang sesungguhnya. Saya ingin membagikan salah satunya, yaitu mengenai kesabaran (budaya mengantri).
Budaya Mengantri di Jepang
Mengantri bisa saja menjadi hal yang membosankan dan menguras tenaga. Ditambah lagi apabila orang yang mengantri itu banyak, saat dimana keadaan tubuh lemah, dan dalam dituasi darurat. Itulah yang dialami oleh orang Jepang, khususnya di darah timur laut Jepang. Setelah rumah mereka dihanyutkan dan rusak karena tsunami setinggi 8 meter, tidak ada barang yang tersisa, selain yang melekat pada tubuh mereka. Mereka tidak bisa makan, bekerja, dan melakukan aktivitas seperti biasa. Mereka harus tinggal di daerah pengungsian dan setiap hari bergantung pada bantuan dari orang lain. Tapi selama menghabiskan waktu di pengungsian, mereka tidak hanya larut dalam kesedihan. Mereka berjuang dengan sekuat tenaga, mencari sanak saudara yang hilang. Mereka juga kembali ke rumah, mencari barang yang mungkin masih bisa dipergunakan. Mereka bersatu membersihkan jalan, agar mobil bisa lewat. Intinya mereka bersatu dan berjuang.
Budaya Mengantri yang Tidak Pudar
Saat bantuan datang pun, tidak ada suasana saling berebutan. Tidak ada orang yang ingin duluan, tidak mengantri. Tidak ada orang yang meminta bantuan lebih banyak. Mereka dengan sabar menunggu giliran mereka. Saat sudah mendapatkan, tidak lupa mengucapkan “Arigatou gozaimasu”. Saat hendak makan pun, mereka biasanya berkumpul dengan yang lain, lalu kemudian menyantap makanan. Semuanya nampak rukun. Persatuan terlihat jelas.
Tidak ada orang yang menjarah atau mengambil barang milik orang lain. Mereka malah dengan sukarela membagi barang-barang mereka dengan orang lain yang membutuhkan. Sungguh heran saya melihat suasana kasih tulus seperti itu di dalam pengungsian. Saya sadar, itulah arti kemanusiaan yang sebenarnya. Kasih yang tulus tanpa pamrih kepada sesama, tanpa peduli siapa mereka.
Saya sadar, dibalik semua kesedihan, duka, dan kesakitan akibat bencana alam yang terjadi, selalu ada sisi baiknya. Karena bencana ini, kita dapat saling membantu, mengasihi, dan menyayangi satu dengan yang lain. Akibat bencana ini, kita sadar besarnya kekuatan alam, dahsyatnya Tuhan Alllah pencipta langit dan bumi. Saya harap kita semua menyadarinya.
Sumber Gambar : BlogSpot