Ditulis dengan Tinta Merah
Tahun kedua perkuliahan saya di Jepang akhirnya berakhir. Suka dan duka, sedih dan gembira mengiringi perjalanan saya sepanjang satu tahun ini. Tahun kedua kuliah di Jepang, bila dibandingkan dengan tahun pertama, ada yang lebih mudah ada juga yang tambah sulit. Lebih mudah karena saya sudah semakin menguasai bahasa Jepang, sehingga mudah dalam memahami pelajaran. Lebih sulit karena mata kuliahnya pun bertambah kompleks. Tapi di atas semuanya itu, saya mengucap syukur kepada Tuhan.
Karena mulai bulan April saya akan pindah rumah, maka sebelum saya pulang liburan ke Indonesia, saya harus merapikan dahulu kamar saya. Saya mulai keluarkan buku-buku dan membersihkannya dari debu. Buku-buku yang masih perlu saya masukkan ke dalam karton agar nanti mudah dibawa. Buku-buku yang masih layak, saya berikan kepada kouhai (adik kelas) yang ada di sekitar Tokyo. Buku-buku lain yang sepertinya tidak dipakai lagi, telah dikumpulkan dan dibuang.
Merapikan buku relatif lebih mudah dibandingkan dengan merapikan kertas-kertas bahan kuliah. Karena mengambil banyak mata kuliah di tahun ini, tentunya ada banyak kertas-kertas kuliah yang saya dapatkan dan semuanya masuk ke dalam map yang terpisah-pisah. Nah, sepanjang 3 hari ini saya melihat-lihat kembali isi kertas bahan itu. Kalau mata kuliahnya mirip atau lanjutan mata kuliah sebelumnya, saya gabungkan dengan yang lain. Pikir saya, agar mudah nanti apabila diperlukan.
Saat melihat-lihat kertas bahan kuliah itu, mata saya terpaku pada bahan kuliah dari Professor Terauchi. Beliau adalah dosen Pemprograman Komputer dan Teknik Kontrol (Computer Programming dan Control Engineering). Mata saya terpaku pada bahan kuliahnya. Bukan karena susah atau membingungkan, tapi karena tulisannya semua bewarna merah. Selidik punya selidik, sebenarnya ada juga tulisan warna hitam, namun karena kertasnya yang mulai lucek warna hitam itu mulai hilang. Yang ada hanya tinggal warna merah saja. Dan saat saya membacanya, ternyata tulisan yang ditulis dengan tinta merah itu adalah bagian yang penting.
Saya jadi ingat pengalaman saya dulu membaca buku di Toko Buku Kalam Hidup Jatinegara. Saat dulu masih sekolah dasar, saya sering sekali pergi ke sana. Di sana, saya pertama kali melihat Alkitab yang ditulis dengan tinta merah. Tidak perlu waktu lama bagi saya untuk tahu bahwa kata-kata yang dicetak bewarna merah itu adalah perkataan Yesus. Mungkin penerbit Alkitab itu menggunakan tinta merah untuk menarik perhatian pembaca, sekaligus menyatakan bahwa ini adalah bagian “penting”.
Tapi kenapa perkataan Yesus ditulis dengan tinta merah? Mengapa bukan warna lain ya? Tinta merah mengingatkan kita akan merahnya darah. Darah Yesus Kristus yang tercurah di atas kayu salib sebagai penebusan dosa manusia. Darah yang tercurah itu adalah darah merah yang melukiskan kasih Allah bagi tiap manusia. Darah yang tercurah itu adalah darah merah untuk menulis “surat Cinta” Allah bagi kita semua.
3 thoughts on “Ditulis dengan Tinta Merah”