Ijime di Jepang
Dalam berperang ada dua cara menaklukkan musuh. Pertama, serang, hajar, hancurkan sampai habis. Cara ini adalah yang paling terkenal dan paling sering digunakan. Tapi ada kelemahannya, kalau musuhnya kuat dan bertahan terus, pihak penyerang akan mengalami kerugian luar biasa. Cara ini juga sangat beresiko mendapat kecaman dari pihak-pihak lain. Tapi ternyata ada juga jalan lain yang bisa membuat musuh kalah. Apakah itu? Caranya adalah mendiamkannya. Penyerang akan maju dengan kekuatan penuh hingga ke posisi musuh, dan mengepung wilayahnya dari segala arah. Tapi mereka tidak menyerang, hanya berjaga dan mengepung. Pihak lawan akan terjepit, tidak bisa keluar, dan akhirnya akan mati dengan sendirinya.
Cara yang kedua ini memang agak sadis. Mengepung dan mempersempit gerakan lawan, dan membiarkan lawan terbunuh perlahan-lahan dengan sendirinya. Dan ternyata cara ini pernah dilancarkan dan dipraktekkan dalam sejarah manusia.
Masada (diucapkan Metzada) adalah saksi bisunya. Mesada adalah benteng kuno di distrik sebelah selatan Israel. Herodes membangun benteng sekaligus istananya di tempat ini. Mesada dikelilingi oleh bukit-bukit tinggi dan terjal setinggi 91-400 meter. Ada tembok tinggi di luar kota, benteng-benteng pertahanan, barak, gudang senjata, dan bangunan militer lainnya.
Karena tempatnya yang sangat mantap untuk bertahan, pasukan Romawi yang datang menyerang tahun 960 tidak gampang menundukkan pasukan Israel saat itu. Pasukan Romawi pun kesulitan menyerang karena posisi geografis yang sulit, benteng serta tembok pertahanan yang tinggi. Jelas kalau Romawi menyerang, mereka akan diserang balik dari atas tembok dan kekalahan nampak depan mata. Makanya Romawi menjalankan taktik “mengepung dan mendiamkan lawan”. Para tentara dan warga sipil yang ada di dalam Masada tidak bisa keluar untuk mengambil keperluan sehari-hari. Keadaan ini berlanjut hingga berbulan-bulan lamanya, hingga tidak ada seorang pun yang tersisa. Mereka semua mati di dalam benteng sendiri. Bukan karena diserang dan diserbu. Namun karena dikepung dan didiamkan.
Ijime di Jepang
Sama seperti kisah di atas, mendiamkan orang mungkin adalah cara yang paling menyengsarakan dan menyiksa. Tidak kelihatan di muka, tapi menembus dalam dan menusuk di hati. Cara serupa juga masih sering dilakukan oleh teman-teman di sekitar kita.
Kalau ada orang yang kurang disukai, tinggal diamkan dan sepelekan saja dia. Tidak usah diajak berbicara. Dia berbicara apa, tidak kita gubris. Semua teman lain kita ajak untuk makan atau jalan-jalan, kecuali dia. Ia tidak diikutsertakan.
Cara seperti inilah yang paling sering terjadi di sekolah-sekolah dasar di Jepang. Tindakan seperti ini lebih sering disebut IJIME (bullying). Ijime di Jepang mungkin kasat mata, namun menyiksa hati murid yang menjadi korban ijime. Para guru, teman-teman semua bahkan tidak sadar dan tidak tahu, sampai murid yang di-ijime itu bunuh diri. Tapi ketika semua tahu, semua sudah terlambat
Mengenaskan bukan? Inilah bahayanya praktik tersembunyi ini. Mendiamkan, menyepelekan orang lain memang tidak kelihatan. Praktiknya kadang tidak mengeluarkan suara gaduh. Tidak ada pertarungan dan perkelahian. Tidak ada yang tahu. Tapi ada hati yang sakit dan terluka. Ada hati yang meringis sedih karena didiamkan dan disepelekan.
Jangan sampai kamu membiarkannya terjadi begitu saja. Apalagi menjadi pelakunya! Mari kita belajar dari apa yang terjadi di Jepang kini, belajar dari Ijime di Jepang
sumber gambar: benteng masada, ilustrasi tindakan ijime