Makan Malam Bersama Keluarga
Langit sudah gelap ketika saya terbangun dari tidur. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Wah, lelap juga saya tidurnya ya… Waktu itu Papa sedang mandi sore, sedangkan Abang sedang melihat laptop, mengecek email masuk ke akunnya. Mama sedang melihat handphone Papa dan Abang, mengecek pesan-pesan yang masuk dari saudara. Mama kemudian meminjam handphone saya dan melihat foto-foto yang diambil sepanjang perjalanan dari bandara hingga ke rumah.
Setelah Papa selesai mandi, Abang kemudian mandi, dilanjutkan dengan saya. Saya berpesan supaya pakai air panasnya sedikit-sedikit, karena air panasnya baru dibuat saat malam hari dengan mesin pemanas air dan kemudian ditampung dalam tabung. Jadi kalau dipakai berlebihan tidak ada lagi air panas untuk mengurangi efek air yang dingin di musim dingin itu. Saya pun sama menggunakan air sedikit-sedikit supaya ada air untuk Mama yang mandi belakangan. Saya ingat betul waktu itu Mama sempat berkata, “Memang udara di Jepang berbeda sama di Indonesia. Kalau di Indonesia, udah sore begini kulit rasanya sudah gak enak, tetapi di Jepang masih terasa bersih.”
Setelah selesai mandi, saya memberikan losion pelembab kulit kepada Papa dan Abang, supaya mencegah kulit jadi kering karena udara kering musim dingin. Penghangat ruangan juga saya matikan karena kondisi kamar sudah terasa hangat dibanding tadi siang. Saat Mama masuk ke kamar mandi saya berpesan untuk membuka juga keran warna merah, supaya ada air panas yang keluar. Namun, rupanya Mama hanya membuka keran warna merah saja, jadi yang keluar air panas. Saya kemudian berkata kepada Mama untuk membuka juga keran warna biru supaya airnya tercampur menjadi air hangat. Saya sempat menyesal juga waktu itu tidak menjelaskan kepada Mama secara lengkap sehingga Mama kepanasan kena air panas. Untung saja, Mama dapat mengerti dan akhirnya bisa mandi air hangat.
Makan Malam Bersama
Malam itu, saya dan Mama membuat indomie kuah untuk makan malam bersama. Sudah hampir setahun saya tidak mencicipi indomie, senang rasanya bisa makan bersama keluarga seperti dulu. Saya mengeluarkan telur, penggorengan, dan juga sendok masak dan membawanya ke dapur yang berada di sebelah. Saya terlebih dahulu merebus air di penggorengan dan kemudian membawa bungkus indomie dan gunting dan peralatan masak yang lainnya sementara Mama menunggu di dapur. Di situlah Mama melihat air yang direbus lama sekali mendidihnya (seperti yang sering saya ceritakan kalau komunikasi skype dengan Mama) dan kemudian Mama hendak menggantinya dengan air dari keran air panas. Saat melihatnya saya langsung mencegah Mama, dan mengatakan kalau air panas perlakuannya berbeda karena ditambahkan beberapa garam ke dalamnya jadi tidak enak kalau dipakai memasak. Sambil menunggu air di penggorengan mendidih, saya sempat berbicara sejenak di dapur perihal pengalaman memasak di Jepang (memasak daging jadi tidak enak karena kurang panas, memasak telur atau nasi goreng tidak enak karena pancinya datar dan kompor listrik) dengan Mama.
Setelah mendidih, Mama dengan cekatan memasukkan bumbu, indomie 3 bungkus, dan memecahkan telur. Saya sendiri sudah hampir lupa bagaimana cara memasak indomie kuah. Aroma indomie yang harum mulai memenuhi dapur ketika saya mengumpulkan bungkusan plastik untuk dibuang ke tempat sampah di kamar. Sambil mengambil tupperware besar untuk tempat indomie, saya berpesan kepada Papa dan Abang untuk menaikkan spring bed ke atas dan mengambilkan nasi supaya bisa segera makan begitu indomienya jadi. Mama kemudian membawa indomie ke kamar, sedangkan saya merapikan penggorengan dan sendok masak di pintu depan membiarkannya dingin dulu sebelum dicuci.
Abang kemudian mengambil ikan teri dan dendeng yang sudah dimasukkan ke wadah tupperware yang lain sebagai teman makan malam kami. Saya makan indomie lumayan banyak karena sudah kangen rasa indomie, makanan yang sudah sangat jarang saya santap selama berada di Jepang. Kami pun makan malam bersama di hari Senin itu.
Puji Tuhan, perjalanan Papa, Mama, dan Abang ke Jepang berlangsung dengan lancar dan mendarat dengan selamat. Sempat ada kekuatiran karena waktu menjemput di Haneda saya menuju ke terminal yang berlainan, namun Tuhan mempertemukan kami dengan baik. Perjalanan ke rumah di Tokyo juga berlangsung dengan baik, hingga kami bisa makan bersama. Saya sampaikan ucapan syukur itu dalam doa kepada Tuhan di malam hari itu. Doa bersama yang hampir setahun lamanya tidak saya lakukan karena jarak yang memisahkan kami sekeluarga. Namun kini, hanya karena berkat Tuhan saja, kami dapat berkumpul dan beribadah malam, membaca Firman Tuhan bersama. Suatu hal yang jarang dilakukan semenjak Abang berkuliah di Bandung dan saya berkuliah di Jepang.
Setelah ibadah malam, kami pun beristirahat. Papa dan saya tidur di atas, sedangkan Mama dan Abang tidur di springbed di bagian bawah. Kami beristirahat cepat karena besok berencana akan berjalan-jalan di kota Tokyo.
Sumber gambar: http://www.quotesvalley.com/images/69/happiness-is-having-dinner