Makan Siang Bersama di Jepang
Karena perjalanan dari Haneda hingga ke rumah di Nishi Tokyo cukup panjang, kami semua pun sudah lapar. Sambil menyalakan televisi untuk menonton drama seri “Massan” di siang itu, saya mengeluarkan piring, sendok, dan tupperware untuk tempat minum. Puji Tuhan karena saya mendapatkan beberapa piring dan sendok dari teman-teman yang sudah pindah terlebih dahulu, kami pun bisa makan bersama. Sementara Mama menyiapkan bungkusan makanan seperti ikan teri dan dendeng yang dibawa dari Indonesia, Papa dan Abang membereskan pakaian dari dalam koper, dan meletakkannya di bawah lemari di tempat saya meletakkan kulkas sebelumnya. Setelah dirapikan, suasana kamar sedikit lebih lega. Sambil menunggu nasi yang saya masak matang, Papa, Mama, dan Abang melihat-lihat keadaan sekitar dari jendela dan lorong di depan kamar.
Makan Siang Bersama Papa, Mama, dan Abang
“Cetek,” penanak nasi berbunyi. Kami pun duduk bersama di lantai berkarpet untuk makan siang bersama. Mama mengambil nasi dan memberikannya kepada Papa, Abang, dan saya. Saya kemudian mengambil dendeng dan ikan teri, makanan yang sudah lama tidak saya cicipi. Diawali doa bersama bersyukur atas penyertaan Tuhan dan makanan yang telah tersedia, kami pun memulai makan siang bersama itu. Waktu itu cuaca sedikit berubah, dari sejuk menjadi agak dingin. Saya pun menutup jendela kamar dan menyalakan penghangat ruangan. Ruangan jadi lebih nyaman dan tidak kedinginan meskipun duduk di bawah.
Papa, Mama, dan Abang sempat kaget melihat saya mengambil air minum dari keran, namun setelah menjelaskan bahwa air dari keran itu aman diminum dan rasanya sama, Papa, Mama, dan Abang pun minum air tersebut. Saya juga mengisi alat pelembab ruangan karena udara terasa sangat kering saat itu.
Selesai makan siang bersama, Mama langsung mencuci semua peralatan makan di wastafel. Saya mengajarkan Mama untuk membuka kedua keran yang ada, yakni air panas dan air dingin supaya keluar air yang hangat, sehingga minyak di piring dapat dibersihkan. Mama kemudian mencuci piring dan saya meniriskannya. Sementara itu Papa dan Abang mengisi daya baterai dan laptop, dan membalas pesan-pesan yang masuk. Itu karena saya sudah mengajarkan cara menggunakan internet wifi dalam kamar. Sambil membacakan pesan-pesan yang masuk dari Tulang Iren, Nantulang Iren, Bapatua Silaban, dan saudara-saudara yang lain, Abang dan Papa membalasnya satu per satu. Dalam pesannya, Abang dan Papa menyampaikan syukur kepada Tuhan karena bisa tiba di Jepang dan kini sudah berada di kamarnya Nugroho.
Beristirahat setelah Makan Siang Bersama
Setengah jam kemudian setelah semuanya beres, Mama rebahan di tempat tidur. Ketika melihatnya, saya bilang ke Mama untuk menurunkan dulu springbed ke bawah. Abang dan Papa kemudian menaruh kardus besar yang tersisa di kamar sebagai alas springbed. Saya kemudian mengeluarkan futon yang dipinjamkan Bang Ricky hari Minggu kemarin dari dalam lemari dan meletakkannya di tempat tidur. Kini 4 orang bisa tidur bersama dengan nyaman dan tidak kesempitan. Papa kemudian tidur di tempat tidur, sedangkan Mama dan Abang tidur di springbed yang ada di bawah. Saya sendiri masih mencari beberapa informasi mengenai rute dan tujuan jalan-jalan esok hari. Sambil melihat tempat-tempat yang bagus dikunjungi, saya pun membuat jadwal dan rute perjalanan. Pikir saya agar Papa, Mama, dan Abang tidak terlalu capai, namun bisa melihat banyak tempat di Tokyo.
Sekitar pukul setengah tiga, pintu kamar diketuk. Saya sudah tahu itu adalah Ozaki Sensei yang datang ke asrama dan menjelaskan soal kepulangan ke Indonesia hari Minggu depan. Saya mendengarkan penjelasan Sensei, bagaimana harus merapikan dan membersihkan kamar hingga Minggu pagi, dan akan berangkat bersama-sama ke stasiun Takadanobaba untuk makan siang perpisahan. Kemudian Ozaki Sensei akan menemani saya dan Ghita yang akan menginap di hotel dekat Bandara Haneda untuk naik pesawat pulang ke Indonesia di hari Senin berikutnya. Saya kemudian menjelaskan kepada Sensei, di Minggu pagi saya akan mengantar Papa, Mama, dan Abang ke gereja dulu, kemudian pulang dan pergi bersama-sama ke Takadanobaba. Setelah itu bersama-sama ke hotel di siang hari, saya kemudian akan menjemput Papa, Mama, dan Abang di gereja setelah sampai di Hotel.
Mendengar penjelasan saya, Sensei mengajukan ide baru. Daripada langsung ke hotel di dekat Haneda, bagaimana kalau lebih dahulu pergi bersama menjemput Papa, Mama, dan Abang di gereja di Suidobashi. Saya setuju dan berterimakasih atas pengertian dari Sensei. Sensei kemudian berkata akan menjelaskan rencana itu nanti kalau bertemu dengan Ghita. Di akhir pembicaraan kami, saya memberikan kunci kamar Duc (teman dari Vietnam) kepada Sensei dan kemudian mengecek kamarnya bersama. Kamarnya sudah rapih, barang-barang sudah dimasukkan ke dalam kardus untuk pindahan, dan hanya beberapa barang kecil yang tersisa. Sensei kemudian menerima kuncinya dan hendak pergi ke asrama mahasiswa wanita di daerah Kami-Shakujii. Saya pun mengantar Sensei hingga ke pintu keluar dan berpamitan dengannya. Sensei juga titip salam kepada Papa, Mama, dan Abang dan senang untuk berjumpa nanti.
Saya kembali ke kamar dan melihat Papa, Mama, dan Abang sudah lelap tertidur mungkin karena kelelahan akan perjalanan yang jauh. Setelah memastikan rute dan jadwal perjalanan esok hari, saya pun merebahkan diri sejenak untuk beristirahat.
Informasi drama : Massan di NHK