Mau Mendengarkan
Saya merasa tidak ada perbedaan yang mencolok antara Jepang dan Indonesia. Setiap hal yang saya lihat sepanjang perjalanan dari bandara Narita sampai ke gakuseiryo (asrama tempat saya menginap) mirip sekali bahkan bisa dibilang sama dengan yang ada di Indonesia. Yang pertama, saya ingin bercerita tentang jalan tol. Dari Narita, saya naik bus dengan teman-teman dari negara lain menuju asrama melewati jalan tol.
Saya melihat jalan tol dengan 2 jalur dan lajur. Perjalanan diambil di sebelah kiri jalan, karena bentuk dan setir mobil Jepang sama dengan Indonesia. Jalan tolnya hanya 2 lajur. Semua simbol jalan dan marka jalan sama persis dengan yang Indonesia punya. Ada simbol belok kanan, kiri, atau jalan terus. Marka di tengah jalan pun sama, marka putus-putus bila dapat menyalip, dan marka garis lurus bila tidak boleh menyalip. Lampu lalu lintas juga sama, merah, kuning, dan hijau, hanya letaknya yang mendatar. Sama bukan dengan Indonesia? Banyak juga truk dan bus besar yang lewat. Tapi toh, tidak terjadi kemacetan. Saya sendiri bingung mengapa kemacetan tidak terjadi di Jepang, tapi Indonesia mengalaminya?
Ada beberapa perbedaan yang saya dapatkan. Misalnya, kecenderungan penduduk Jepang yang lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum seperti bis daripada menggunakan mobil pribadi. Selain karena harga mobil mahal, orang Jepang juga bisa menikmati transportasi umum yang sangat aman dan nyaman. Orang bisa naik bus tepat waktu, sesuai dengan jadwal yang tertera di halte-halte. Orang bisa santai di dalam bus tanpa ketakutan ada yang mencuri barang-barangnya. Dan orang bisa turun dengan selamat tanpa kerepotan dalam membayar. Mereka cukup memasukkan uang beberapa ratus yen beserta tiket ke dalam kotak yang sudah disediakan. Sangat mudah dan menyenangkan.
Perbedaan lainnya adalah kedisiplinan orang dalam mengendarai mobil. Disiplin dalam hal berhenti di belakang garis stop saat lampu merah menyala. Disiplin dalam hal batas kecepatan aman saat melaju di jalan raya atau jalan tol. Disiplin dalam mematuhi marka jalan. Disiplin dalam memarkir atau memberhentikan kendaraan. Pokoknya orang Jepang amat disiplin.
Saya sendiri, sebagai mahasiswa asing, sangat terkagum-kagum melihat semuanya itu. Saya langsung teringat dengan apa yang terjadi di Jakarta dan Bekasi sana, tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Perbedaan itu ada, tapi sangat kecil. Tidak perlu proyek-proyek ini dan itu, yang hanya bisa menghabiskan duit rakyat. Semua penyelesaian itu ada di tangan rakyat, ya kita-kita ini. Kita tidak perlu menjadi orang besar dulu baru bisa mengubahnya. Saya yakin kita masing-masing dapat mengubah kesemrawutan jalanan Indonesia, bila kita memiliki satu hal, hati yang mau mendengarkan dan pengendalian diri dalam segala hal.