Menjadi Berkat bagi Orang Lain
Saat melihat buku panduan wisata itu ada satu halaman yang menarik perhatian saya. Saya pun sempat mengambil fotonya. Halaman ini khusus mengulas gereja-gereja yang ada di Hakodate (kota pelabuhan di Hokkaido).
Di pojok kanan bawah, ada semacam stiker pembatas. Otousan dan okaasan sepertinya sudah merencanakan untuk mengunjungi gereja-gereja di sana. Sebelumnya saya sudah tahu bahwa okaasan dan kak Yuuka sudah percaya Tuhan Yesus, tapi otousan belum. “Apakah otousan juga sudah?” pikir saya. Tapi lepas dari semua itu, saya tetap berharap juga berdoa agar otousan juga percaya Tuhan Yesus. Saya juga sudah menggumulkan hal ini sejak lama.
Gaya hidup orang Jepang banyak dipengaruhi oleh tradisi yang sudah tertanam dalam diri dan mendarah daging. Walaupun mereka tidak peduli dengan agama, tapi dalam hal bekerja dan tolong-menolong, atau kalau saya boleh bilang dalam masalah moral, mereka jauh lebih baik daripada orang beragama. Di Indonesia, yang menurut Pasal 29 UUD 1945 adalah negara yang berdasarkan Ke-Tuhan-an yang Maha Esa, masih banyak terjadi kekerasan, entah itu perampokan, penculikan, pembunuhan, pemerkosaan, dan tindakan kriminal lainnya. Perampokan terjadi juga di tubuh pemerintahan, dimana uang negara dirampok oleh para pejabat rakus. Tapi di Jepang, setiap hari hukum ditegakkan sebagaimana mestinya dan semua orang hidup menuruti hukum berlaku.
Pendeta di gereja saya, yang sudah tinggal di Jepang selama lebih kurang 11 tahun, pernah bilang kalau orang-orang Jepang sulit mempercayai sebuah keyakinan, alias agama, karena mereka melihat gaya hidup orang-orang yang mengaku beragama di negara lain tidak lebih baik dari mereka secara moral. Memang itu fakta yang saya lihat sendiri. Saya yang mengaku juga beragama Kristen, saya merasa “ditampar”. Saya menyadari bahwa hidup saya sungguh-sungguh belum sepenuhnya menggambarkan orang Kristen yang sejati. Saya masih banyak kekurangan di sana-sini.
Menjadi Berkat bagi Orang Lain
Inilah pergumulan saya. Tidak hanya terhadap otousan saja, tapi juga dengan teman-teman kampus yang notabene belum percaya Tuhan Yesus. Apakah keberadaan saya menjadi berkat? Apakah kehidupan saya berbeda dengan orang lain yang tidak percaya Yesus? Apakah mereka bisa merasakan kasih Tuhan lewat hidup saya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang berulang kali muncul dalam pikiran saya. Setiap hari bangun pagi dan sebelum tidur malam, saya tidak pernah absen berdoa agar Tuhan menjadikan saya terang di tengah orang-orang Jepang. Saya juga berdoa melalui setiap usaha yang saya lakukan, orang-orang di sekitar saya bisa merasakan kasih Tuhan yang luar biasa. Saya juga berdoa agar Roh Kudus juga bekerja terus-menerus untuk mengingatkan dan menyadarkan mereka tentang Yesus Sang Juruselamat.
Satu halaman buku panduan wisata itu mengingatkan saya kembali akan suatu hal penting. Mengenai tujuan hidup. Saya tahu tujuan saya datang ke Jepang adalah untuk belajar dan berkuliah. Tapi lebih daripada itu, pemikiran saya mengenai tujuan hidup kembali disegarkan. Tujuan hidup orang percaya bukanlah hanya sukses, bahagia, aman, semata-mata mendapat berkat saja, tapi jauh lebih luhur, menjadi berkat bagi sesama. Apakah teman-teman sudah menjadi berkat bagi orang lain? Apakah orang lain bersukacita dengan kehadiran teman-teman? Apakah orang lain bisa merasakan kasih Tuhan lewat hidup teman-teman?
Menjadi berkat bagi orang lain, inilah tujuan hidup yang sesungguhnya.
Sumber Gambar : BlogSpot