Pendidikan Karakter: Berkaca dari Jepang
Lebih lanjut, saya menjadi semakin mengerti saat menonton berita dan drama Jepang “Marumo no Okite” yang berkisah tentang kisah seorang anak kembar yang ditinggal mati oleh ayahnya, dan pada akhirnya dirawat oleh salah seorang teman ayahnya. Pada upacara hari pertama masuk sekolah, para orangtua mengenakan pakaian terbaiknya, dan mayoritas kedua orangtua datang bersama-sama. Meski orang Jepang terkenal sangat sibuk, mereka merasa “wajib” menghadiri upacara hari pertama sekolah putra-putri mereka. Hal ini menunjukkan perhatian orangtua terhadap pendidikan anak-anaknya serta komitmen mereka terhadap budaya sekolah. Dari sinilah kerjasama, komunikasi serta harmoni antara sekolah dan keluarga demi pendidikan anak mulai terbangun. Orangtua juga dengan sukarela membuat sendiri, semacam tas kecil yang berisi bekal makan siang, sejenis celemek untuk pelajaran memasak di sekolah, baju khusus untuk kegiatan souji (membersihkan kelas setelah pulang sekolah), dan keperluan sekolah lainnya.
Pendidikan Karakter di Sekolah
Di TK, anak-anak menghabiskan waktu dengan beragam permainan yang ditujukan untuk menumbuhkan kepekaan sosial serta semangat kebersamaan, karakter yang kemudian kita lihat melekat pada bangsa Jepang. Guru-guru maupun siswa TK sering memperdengarkan yelyel seperti ‘tomodachi ni naro’ (mari berteman), ‘saigo made gambaru’ (berusaha sampai selesai), atau ‘kokoro kara otagai o tasukete mimashou’ (mari saling menolong dengan tulus). Seluruh aktivitas sekolah selalu dilakukan dengan semangat kebersamaan (tomodachi, shinsetsu, nakayoku), semangat kerja keras (gambaru), antusiasme (genki), dan tanggung jawab (jibun no koto o jibun de suru). Pada akhir pendidikan TK, ketika anak harus memberikan kesan singkat seusai menerima diploma, banyak dari mereka, bahkan hampir semuanya, akan berbicara tentang gambaru, tomodachi, dan jibun no koto o jibun de suru tersebut.
2 thoughts on “Pendidikan Karakter: Berkaca dari Jepang”