Bergereja di Jepang
Satu pikiran saya sebelum berangkat ke Jepang adalah, apakah ada gereja di sana? Sebelumnya saya sudah browsing di internet yang mengatakan bahwa mayoritas, orang Jepang adalah pemeluk Shinto. Hanya 3 persen saja yang beragama Kristen. Saya berpikir, pasti akan sulit menemukan gereja di sana. Seorang kerabat yang tinggal di dekat rumah juga bercerita, bahwa sangat sulit menemukan gereja di Jepang. Dia harus naik kereta dan pergi selama 2 jam untuk samapai di gereja. Kali ini saya akan bercerita mengenai perjalanan saya pertama kali ke gereja di Jepang.
Ini cerita mengenai satu pengalaman berharga dan mungkin tidak akan saya lupakan dalam hidup saya. Hari Minggu tanggal 3 Oktober 2010, hari minggu pertama saya menetap di Jepang, saya dan senpai Togi pergi ke Ochanomizu, Tokyo, untuk bergereja di sana. Dari asrama mahasiswa, kami telah siap untuk pergi pada pukul 08.30 pagi. Kemudian kami naik sepeda ke Sagamihara Eki (Stasiun Sagamihara) dan naik kereta dari sana. Ongkosnya lumayan mahal, 700 yen untuk pulang pergi. Tapi itu setara dengan kenyamanannya. Kereta melaju sangat cepat dan suasana dalam ruang gerbong sangat nyaman. Pukul 09.30, kami sampai di Shinjuku, stasiun terbesar di Tokyo, juga mungkin terbesar di dunia. Shinjuku memiliki 3 lantai, dan masing-masing lantainya ada lebih dari 10 rel untuk perjalanan kereta yang super sibuk. Jam 10.00 kami turun di stasiun Ochanomizu, dan kemudian berjalan kaki setengah jam ke gedung Korean YMCA Asia Youth Center, tempat Gereja Interdenominasi Injili Indonesia.
Saya sangat terperangah melihat jumlah orang yang mungkin mencapai 100 orang, ditambah beberapa anak sekolah minggu yang hilir mudik ke sana kemari. Kebaktian dari awal sampai akhir, semuanya menggunakan bahasa Indonesia. Ada beberapa lagu yang baru pertama saya dengarkan, namun ada proyektor yang disiapkan. Ada bagian yang beda dalam ibadah, ya, ada bagian kesaksian. Orang yang telah mendaftar bisa maju ke depan dan menceritakan pengalamannya dalam Tuhan. Setelah itu ibadah dilanjutkan dengan khotbah. Khotbah dilakukan dalam bahasa Indonesia, dibawakan oleh Pdt. Yasuo Atsumi. Saya yakin orang ini adalah orang Jepang asli dan dibesarkan di Jepang. Namun, saya amat kaget, karena dia bisa berbicara dalam bahasa Indonesia secara lancar. Sangat lancar bagi ukuran orang Jepang (yang sulit belajar bahasa baru). Khotbahnya mengenai biji yang harus mati dulu, agar bisa menjadi pohon yang besar dan lebat.
Pada akhir ibadah, ada acara untuk pemberitahuan jemaat mana yang terakhir kali beribadah dan pertama kali beribadah di gereja tersebut. Cukup mengharukan, ada beberapa orang yang menangis karena adanya perpisahan. Saat pemberitahuan mengenai jemaat yang pertama kali hadir, senpai Togi menyuruh untuk berdiri. Saya pun berdiri dan memperkenalkan diri kepada jemaat. Setelah ibadah selesai, saya diajak untuk mengobrol sebentar dengan beberapa jemaat dan majelis gereja. Saya memperkenalkan diri sekali lagi. Ternyata ada juga beberapa jemaat baru seperti saya, yang juga mendapatkan beasiswa bersekolah di Jepang. Wah senangnya!
Seorang pengurus harian gereja yang juga menjadi singer pada ibadah hari itu, memperkenalkan diri. Namanya Sony Lumbantoruan! Satu marga Sihombing dengan saya. Saya sangat kaget. Kemudian saya juga diperkenalkan kepada pengurus yang lain yang juga marganya Sihombing. Nama beliau adalah Ricky Silaban. Keduanya mendapatkan beasiswa dari Monbukagakusho, dan kini sudah bekerja di salah satu perusahaan Jepang. Saya senang mendengar bahwa banyak orang batak juga yang sukses di Jepang.
Akhirnya, semua jemaat baru didoakan oleh Pdt. Yasuo Atsumi yang baru datang di akhir pembicaraan kami. Dia mendoakan kami yang baru datang. Sekali lagi saya terkejut, karena menantu Pdt. Atsumi, juga adalah seorang batak, seorang Sihombing pula! Hari ini saya mengenal 3 orang Sihombing yang sukses di Jepang. Ini menjadi pacuan bagi saya untuk tetap terus belajar dan belajar agar bisa sukses!
Pengalaman berharga ini terlalu sayang kalau dilupakan, jadi inilah pengalaman bergereja saya di Jepang.
Tuhan Memberkati.