Pengalaman Pindah Rumah di Jepang
Jumat tanggal 13 Maret, hari saya pindah rumah. Saya bangun pagi-pagi sekitar pukul 5 pagi. Hari masih gelap ketika saya mulai merapikan sepatu-sepatu, tempat baju kotor, dan vacuum cleaner. Beberapa perlatan mandi seperti sabun muka, sampo, dan lotion kulit yang saya beli, ditinggal untuk nanti dibawa pulang ke Indonesia. Saya kemudian mandi pukul setengah enam di pagi hari dan langsung sarapan. Itu karena saya mesti mematikan kulkas, dan mencairkan semua batu esnya sebelum nanti diangkut ke mobil. Saya juga merapikan tempat sampah plastik dan memasukkannya ke dalam sebuah kardus berukuran besar untuk dibawa. Selain itu rak buku, rak televisi, dan rak besi tempat peralatan masak yang dibongkar kemarin, juga saya ikat dan gabungkan menjadi satu. Total ada 8 kardus ditambah kulkas dan rak-rak yang akan dibawa pindah rumah. Sementara ada satu kardus lagi berisi buku-buku yang ingin dibawa pulang ke Indonesia.
Pindah Rumah Tanggal 13 Maret
Pukul 10 pagi, saya turun ke lantai satu untuk membuang barang-barang yang tidak diperlukan. Bersyukur sekali karena hari cerah! Kalau hujan tentu akan sangat merepotkan saat membawa barang-barangnya turun, belum lagi kalau nanti kardusnya basah. Saya bersyukur kepada Tuhan atas cuaca cerah di hari itu. Kemudian pas kebetulan bertemu dengan Bapak penjaga asramanya, dan saya pun minta ijin untuk meminjam dorong-dorongan. Bapak itu pun mengijinkannya dengan senang hati. Saya berpesan untuk membuka pintu gerbang sekitar pukul 1 siang, supaya nanti membawa barangnya mudah. Itu dikarenakan pintu masuk asrama adalah pintu otomatis dan memerlukan kunci untuk membukanya. Kalau bolak-balik membawa dorong-dorongan lalu membuka kuncinya dulu tentu ribet dan memakan waktu tentunya.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 atau satu jam sebelum mobil pindah rumah datang. Teman yang pindah rumah bersama dengan saya datang untuk melihat bagaimana persiapan apakah sudah beres atau belum. Saya berkata hanya tinggal mengecek beberapa barang saja, supaya jangan ada yang tertukar (mana yang dibawa ke Chiba sekarang, dibiarkan dulu untuk dipakai, dan mana yang dibawa ke Indonesia). Jadilah dia duluan memindahkan barangnya dari lantai 4 ke bagian depan asrama dengan dorong-dorongan yang saya pinjam. Saat itu dia melihat kulkas dan mengatakan kulkasnya bersih ya! Sementara dia harus menyerah untuk tidak membawa kulkas, karena lupa mematikan listrik untuk mencairkan esnya. Di situ saya disadarkan kembali akan penyertaan dan hikmat dari Tuhan.
Jam 12.30, teman saya sudah selesai membawa barangnya ke lantai bawah. Sayapun menggunakan dorong-dorongan untuk memindahkan barang saya dari kamar 314. Karena ukuran dorongan yang tak terlalu besar, saya hanya bisa memindahkan dua atau tiga kardus saja. Jadilah saya bolak-balik sekitar 4 kali menurunkan barang-barang. Pas kali ketiga, tukang pindah rumah Akabounya datang dan saya pun meminta tolong untuk menaikkan barang ke dalam truk Akabou. Bapak Ikezaki-san, yang menjadi supir Akabounya pun menyusun barang-barang yang ada dengan rapi, sambil memberi plastik pelindung dan beberapa batang penahan agar barang tidak jatuh.
Karena truk Akabounya hanya dapat dinaiki oleh dua orang, akhirnya teman saya berkata dia akan naik kereta duluan ke Chiba. Setelah dia berangkat, saya kemudian mengembalikan dorong-dorongan, mengecek dan merapikan kembali kamar, dan kemudian keluar mengecek keadaan dalam mobil Akabou. Walaupun sempat kuatir apakah semua barangnya bisa masuk atau tidak, tapi Puji Tuhan pas semua barangnya bisa masuk. Hanya ada sedikit space yang tersisa yang kemudian diberikan batang penahan agar tidak jatuh oleh Pak Ikezaki-san. Bukan karena kekuatan dan kepintaran saya, namun karena hikmat dari Tuhan hingga saya bisa memesan mobil Akabou untuk pindah rumah. Hanya hikmat Tuhan saja dua tahun lalu saya tidak membuang kardus pindahan, hingga bisa dipakai pindah rumah sekarang. Hanya karena hikmat Tuhan saya dan teman saya bisa pindahan bareng sehingga dapat menghemat biaya. Sambil mengambil foto mobil Akabou, saya betul-betul merasakan penyertaan dan hikmat Tuhan.
Beberapa waktu kemudian terdengar suara mobil yang dikunci oleh Pak Ikezaki-san, saya pun menyimpan handphone ke dalam tas coklat kecil, dan kemudian naik ke mobil Akabou, duduk di kursi sebelah supir. Wah seru juga nih! Baru pertama naik mobil dan duduk di depan selama di Jepang! Dan tepat pukul 13.45, mobil pun berangkat menuju ke Chiba.
Sumber gambar: blog Hatena, website Gakuseikaikan 1, 2, 3