Perjalanan ke Haneda Airport
Perjalanan pulang ke Indonesia adalah saat yang saya paling tunggu-tunggu. Setahun sudah belajar dan hidup di Jepang, saatnya saya kembali dan berlibur di tanah air tercinta, Indonesia. Dua kali saya telah berlibur di Indonesia, dan kedua-duanya saya naik pesawat Air Asia, berangkat dari Haneda Airport di Tokyo, Jepang. Nah, kali ini saya ingin bercerita pengalaman saya itu kepada teman-teman.
Perjalanan ke Haneda Airport
Dari asrama, dengan barang bawaan yang lumayan berat, saya menuju ke halte bus dekat asrama. Jaraknya kurang lebih 400 meter. Dari halte itu, saya naik bus ke Stasiun Hashimoto, di Kanagawa Prefektur. Perjalanan tidak lama, hanya menempuh waktu sekitar 15 menit saja. Dari balik jendela bus, saya memandangi jalan yang selalu saya lewati dengan naik sepeda. Senang rasanya bisa melihat pemandangan dari sudut pandang yang lain.
Turun dari bus, saya naik eskalator dan menuju ke peron Keio Line. Saya membeli tiket dan memasukkannya ke pintu otomatis. Piiip… saya pun bisa masuk ke dalam peron. Karena barang bawaan yang lumayan berat, saya tidak bisa naik tangga, dan memilih dari elevator. Tinggal tekan tombolnya, dan tidak sampai 10 detik, sudah sampai di tingkat 3, tempat kereta berhenti.
Dari Stasiun Hashimoto, saya naik kereta sama Keio Tamagawa Center. Hanya beda 4 stasiun saja, dan cuma perlu waktu 10 menit. Sambil menenteng barang bawaan saya keluar dari stasiun dan menuju ke halte bus Limousine ke Haneda Airport. Perlahan-lahan saya membawa barang menuruni tangga dan menuju ke halte. Tiupan angin malam bulan Februari menghembus dan menyiksa ujung-ujung jari saya. Saya tiba di sana pukul 19.40. Bus berangkat pukul 20.00.
Saya sudah menghitung seluruh waktunya. Kapan keluar dari asrama, naik bus yang jam berapa, naik kereta jam berapa, dan sampai halte jam berapa. Tapi ketika melihat mesin penjual tiket otomatisnya rusak, saya langsung panik. Bagaimana saya membeli tiketnya? Jangan-jangan nanti tidak bisa naik? Waduh bagaimana ini?
Saya segera mengecek Iphone dan melihat cara membeli tiket yang lainnya. Di situ tertulis bisa dibeli di Kombini (supermarket kecil). Saya langsung berlari dan mencari kombini di sekitar halte tersebut. Saat menemukannya, saya segera masuk dan mencoba membeli lewat mesin otomatis. Namun ternyata ada nomor yang mesti dimasukkan. Karena tidak tahu nomornya, akhirnya usaha saya gagal.
Waktu sudah menunjukkan pukul 19.55. Saya pun bertambah panik. Apa yang mesti saya lakukan? Dalam hati saya, ada suara yang berkata untuk kembali ke halte saja. Saya pun berlari menuju ke halte, takut-takut busnya akan jalan (sebab di Jepang semuanya tepat waktu). Dari kejauhan saya melihat supir bus sedang membantu para penumpang memasukkan barang ke bagasi. Saya berteriak (agak kencang), “Matte!” yang artinya tolong tunggu dulu.
Pak supir pun dengan senang hati menunggu. Saya menjelaskan bahwa saya sudah I (memesan tiket) lebih dulu tapi mesin tiketnya rusak. Pak supirnya tersenyum dan berkata tidak apa-apa. Hati saya pun lega saat itu. Saya pun memasukkan tas koper yang berisi buku-buku ke dalam bagasi, dan membawa tas punggung ke dalam bus.
Naik ke bus, Pak supir langsung mendata para penumpang. Semua penumpang membayar tiketnya termasuk saya. Saya mengeluarkan dompet dan membayar 1500 yen. Pak supir menerimanya dan berkata, “Silahkan duduk bebas, di mana saja.”
Saya pun tersenyum dan menundukkan kepala, mengucapkan terimakasih. Saya duduk di barisan tengah di samping jendela. Tas punggung berat itu saya letakkan di kursi samping, dan menyandarkan badan ke kursi bus yang sangat empuk. “Haaah…” ujar saya melepas semua kepanikan malam itu.
Kali ini pun Tuhan tetap menunjukkan kuasa dan kebaikan-Nya. Coba tadi aku gak lari ke halte, bisa-bisa ditinggal sama busnya. Begitu pikir saya dalam hati.
Kali ini pun Tuhan menunjukkan kebaikannya.
sumber gambar : Haneda Airport, blogspot