Refleksi Satu Tahun Bagian 2
Sepanjang satu tahun saya tinggal di Jepang, banyak sekali hal-hal yang saya sudah rasakan dan jalani. Kali ini saya ingin menulis mengenai beberapa kesamaan mendasar yang ada di dalam diri saya bila dibandingkan dengan orang Jepang. Menarik ya? Untuk dapat menjalani kehidupan dan belajar di Jepang, mungkin baru terpikirkan beberapa bulan sebelum pergi ke Jepang, namun kesamaan itu sudah lama adanya. Berikut adalah kesamaan tersebut.
Refleksi Satu Tahun Bagian 2
Yang pertama adalah kebiasaan makan ikan. Sejak kecil mama dan papa memang sering kali menambahkan menu ikan kepada saya dan abang. Saya suka semua jenis ikan, namun yang lebih enak adalah ikan yang tanpa duri seperti ikan tuna. Ketika mama sedang menggoreng ikan tuna beserta terong, saya dan abang sering sekali memakannya. Apalagi setelah diberikan saus sambal, rasanya semakin nikmat. Puji Tuhan! Saya mendapat kesempatan untuk dapat belajar di Jepang. Negeri yang punya laut begitu luas seperti Indonesia. Dan yang lebih lagi, negeri yang masyarakatnya doyan makan ikan. Semua jenis ikan dikonsumsi oleh masyarakat Jepang, tidak terkecuali. Mereka biasa memakannya nama (mentah), karena justru kandungan gizi ikan belum hilang karena proses.
Saya sendiri, pertama kali tiba di asrama, makan siang pertama yang saya dapatkan adalah sushi (potongan ikan yang diletakkan diatas nasi asam). Mungkin karena sudah terbiasa makan ikan, saya dapat menyantap habis makanan itu. Teman-teman saya yang lain, yang tidak terbiasa, jadinya malah tidak memakan makan siang itu. Karena sayang tidak dimakan, akhirnya saya yang memakan sushi tersebut. Dari sejak itulah saya menyukai sushi. Perpaduan nasi asam dan ikan rasanya sangat enak sekali. Pernah suatu kali bersama dengan senpai (kakak kelas), kami semua makan sushi bersama. Menu yang saya pilih semua jenisnya ikan mentah, maguro (ikan tuna), sarumon (ikan salmon), ikura (telur ikan salmon mentah), dan jenis-jenis ikan lain. Saya sangat menikmati makanan ikan mentah ini.
Saat hari libur, saya seringkali memasak makanan sendiri. Ketimbang daging-dagingan, saya lebih banyak mengolah dan memasak ikan-ikanan. Dengan ikan tuna, saya sering menggorengnya bersama dengan terong, dan dikasih sambal tomat. Sedangkan ikan lainnya, saya hanya memberinya shouyu (kecap asin jepang), dan memasaknya dengan microwave. Rasanya lebih sedap dan nikmat. Ya, saya menyadarinya, bahkan jauh sebelum ada pikiran untuk belajar di Jepang, saya sudah punya kesamaan dengan orang Jepang, terutama dalam kebiasaan makan ikan.
Yang kedua, para murid Jepang, dari taman kanak-kanak hingga siswa universitas, bahkan kadang para karyawan kantor, sering sekali membawa bento (bekal makanan) yang dibuatkan istri atau ibu dari rumah. Bento itu sering dibuntus dalam kain fukuro, dan pada makan siang disantap. Saya sering sekali melihat kejadian ini di kampus, para mahasiswa Jepang sedang menyantap bento (bekal) yang dibuatkan oleh orangtuanya. Para orangtua sekalipun sibuk bekerja sekalipun, mereka berusaha bangun pagi untuk membuatkan bento bagi suami dan anak-anaknya. Hal yang sama juga saya alami. Sejak SMP, mama selalu membuatkan bekal untuk saya dan abang. Hingga SMA pun hal ini masih berlanjut. Meskipun teman-teman yang lain memilih untuk membeli makanan di kantin sekolah, saya tidak malu, saya tetap makan bekal yang dibuatkan oleh mama. Barulah setelah hidup di Jepang saya kembali diingatkan begitu pentingnya bekal buatan orang tua. Begitu berharganya sekotak nasi dan lauk pauk. Begitu dekat dan mirip kehidupan saya dengan orang Jepang.
Semoga di hari-hari ke depan, saya boleh semakin menyadari dan mengalami sendiri kejadian lainnya, sehingga bisa kembali menuliskan refleksi seperti ini.
Sumber Gambar : BlogSpot